29 April, 2008

foto DIRIKU

foto DIRIKU

Perjalanan dari Karangede, Boyolali, Jogjakarta, jakarta hingga Surabaya









Inilah Gambar manusia bahagia he,,,,,,
ini waktu kerja di ADM (Astra Daihatsu Motor) tapi aku udah lupa sebagian nama ne
1,...... siapa ya udah 2 tahun gak ketemu lupa
2,,,,,,,la ini gue yang paling ,,,,,,,,,,,, paling item,,,, he,,,he,,,,
3,,,,, aku lupa lagi,,,,,,
4,,,,,,,ini temen baikku watu aku ikut kajian-kajian, bedah buku,, dan lain lain,,,,, Taufik/topik


tapi udah lost contack

Ini teman-teman kerja di MSI surabaya , waktu liburan ke Pantai Balai Kambang, Malang,,,,,,,,,,,
dari kiri, Mas Fendi, Mas NUr, Mbak WInda, Yang paling Cantiiiik Saat itu, RObert juragan Bokep, terakhir mas Anton yang Gokil,,,,,,,,,,,,,
coba paling cakep siapa???????????????? jujur dech!



yang paling cantik ya mbak winda dech,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
yang lain berantakan semua,,,,,,,,,,,,, men


ini di Bandungan Gedongsongo,,,,,,,,,,,,,,,,, wah benar-benar kesini itu penuh perjuangan,,,,,,,,,,, tanyanya lebih dari 5 kali,,,,,,,,,,
secara saya belum pernah kesana,, gitu,,,,
ini waktu di Jogja,,,, di atas loteng tempat jemur-jemur baju,,,,,,,,,,,,,,,,,,
dulu hampir tiap sore kami selalu jemur gigi di sini,,,,,,,, daripada di kamar,,,,,,,,, gak ada apa-apa,,,,,,, di rumah ini walaupun bagus tapi ada setanyya,,,,
Baca selengkapnya
Fatwa Ahmadiyah

Fatwa Ahmadiyah

Berikut ini adalah fatwa-fatwa ulama besar Islam yang tergabung dalam Lajnah Da’imah lil Buhuts Al Ilmiyah wal Ifta’ (komisi tetap dewan fatwa dan penelitian ilmiyah) Kerajaan Saudi Arabia. Semoga upaya yang sedikit ini menjadi sumbangan berarti dalam menghadapi arus kekafiran yang sedang melanda ummat di tanah air kita dan dicatat sebagai amalan shalih bagi penyusun dan setiap orang yang turut andil dalam menyebarkan dan menyampaikannya kepada khalayak ummat Islam pada umumnya. Sesungguhnya Allah lah Maha Penolong dalam hal ini dan Maha Kuasa atasnya.
-----------------------

Fatwa (no: 5836)

Pertanyaan; Apa perbedaan antara muslimin dengan Ahmadiyah?
Jawab; Perbedaan antara mereka, bahwa muslimin adalah orang yang beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala semata dan menjadi pengikut Rasul-Nya Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan beriman bahwa dialah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam penutup para nabi dan tidak ada nabi setelahnya. Adapun ahmadiyah adalah orang yang mengikuti Mirza Ghulam Ahmad, mereka adalah orang-orang kafir dan bukan muslimin, karena mereka meyakini bahwa Mirza adalah nabi setelah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dan barangsiapa yang berkeyakinan seperti ini maka dia kafir menurut seluruh ulama muslimin, berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيماً
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al ahzab: 40) Dan berdasarkan hadits yang shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bahwa beliau bersabda; “Aku adalah penutup nabi-nabi, tidak ada nabi setelahku”.1
Hanyalah kepada Allah kita memohon taufik-Nya.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad beserta keluarga dan para shahabatnya.

Lajnah Da’imah lil Buhuts Al Ilmiyah wal Ifta’
(Komisi tetap dewan fatwa dan penelitian ilmiyah)

Anggota; Abdullah bin Qu’ud dan Abdullah bin Ghudayyan.
Wakil ketua; Abdurrazzaq Afifi.
Ketua; Abdulaziz bin Abdullah bin Baz

(sumber; Fatwa Lajnah Ad-Da’imah (2/314))
--------------------------
1. Diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad, Al Bukhari, Muslim dan Abu daud.


Sumber :
Fatawa Lajnah Daimah
http://ahlussunnah-jakarta.com/artikel_detil.php?id=17
Baca selengkapnya
KESESATAN DALIL MANQUL LDII

KESESATAN DALIL MANQUL LDII

Dalil-dalil Manqul LDII

Disini akan kami sebutkan dalil-dalil mereka dalam hal manqul dan akan kami jelaskan kedudukan dalil atau pemahaman dari dalil itu - Insya Allah - .

Diantara dalil mereka:
Pertama,
Firman Allah Ta'ala:
لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِه ِ(16) إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْءَانَهُ (17) فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْءَانَه ُ(18) ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ(19(
Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak secepat-cepatnya (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai membacanya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, atas tanggungan kamilah penjelasannya. [Al Qiyamah:16-19]

وَلَا تَعْجَلْ بِالْقُرْءَانِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُقْضَى إِلَيْكَ وَحْيُهُ ...(114)
"Dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al Quran sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu." [Thaha:114]

Kajian
Ibnu Katsir mengatakan: firman Allah …ولا تعجل بالقرآن seperti firman Allah dalam surat (al Qiyamah) ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ …لاتحرك به لسانك…terdapat riwayat dalam kitab Ash Shahih dari Ibnu Abbas, bahwa beliau mengatakan: "Bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mengalami usaha yang payah dalam menghafal wahyu, sehingga beliau menggerak-gerakkan lidahnya (untuk menghafal-pent), maka Allah turunkan ayat ini. Yakni bahwa Nabi dulu, jika datang kepada beliau Malaikat Jibril dengan wahyu maka setiap kali Jibril mengucapkan satu ayat Nabi menirukannya karena semangatnya untuk menghafal, maka Allah bimbing kepada yang lebih mudah dan ringan supaya tidak berat baginya, sehingga Allah berfirman (yang artinya): "Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak secepat-cepatnya (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya" Yakni, Kami jadikan itu hafal di dadamu, lalu kamu (nanti) bacakan kepada umat manusia dan kamu tidak akan lupa sedikitpun. "Apabila kami telah selesai membacanya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, atas tanggungan kamilah penjelasannya".

Dan dalam ayat ini, Allah berfirman(artinya) : "Dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al Quran sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu".Yakni diamlah kamu dan dengarkan, jika malaikat selesai membacakannya kepadamu maka bacalah setelahnya …[Tafsir Ibnu Katsir : 3/175]. Jadi ayat ini menerangkan bagaimana Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menerima wahyu dan bahwa nabi disuruh membaca setelah bacaannya Jibril. Namun orang-orang LDII menyimpulkan bahwa kalau begitu harus manqul dalam belajar, kalau tidak maka tidak sah. Pertanyaan kami, mana yang mengatakan bahwa jika tidak demikian, maka tidak sah?? Bahkan sampai dianggap kafir??.

Lalu seandainya cara demikian itu wajib tentu Nabi akan praktekkan kepada semua orang, tapi ternyata tidak, buktinya surat-menyurat Nabi dengan para raja. Kemudian tentu para Sahabat juga akan mengikutinya, tapi ternyata tidak buktinya surat menyurat mereka [lihat dalam pembahasan Mukatabah di atas dan al Wijadah]. Lihat pula bagaimana ulama mengambil pelajaran dari ayat itu. As Sa'dy mengatakan: "Dalam ayat ini ada adab menuntut ilmu agar seorang murid jangan memotong guru dalam masalah yang sedang dia mulai terangkan, lalu jika guru selesai maka baru ia bertanya yang belum paham.

Demikian pula jika di awal penjelasan ada yang mengharuskan untuk dibantah atau dinilai baik, maka jangan langsung dibantah atau dinyatakan diterima sampai ia selesai menjelaskannya, supaya jelas yang benar dan yang salah …" [Tafsir as Sa'dy : 899, lihat pula hal. 514].

Tidak ada faidah yang diambil dari ayat itu bahwa ilmu itu wajib manqul, dimana kalian dari penjelasan ulama tafsir, justru kalian tafsiri dari diri kalian sendiri !??.

Kedua,
Firman Allah Ta'ala:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا (36(
"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak memiliki ilmunya sesungguhnya pendengaran, pengelihatan, dan hati seluruhnya itu akan ditanya tentangnya" [al Isra:36]

Kajian
Tafsir ayat ini, Qatadah mengatakan: "Jangan kamu katakan bahwa kamu melihat sementara kamu tidak melihat, mendengar sementara kamu tidak mendengar, mengetahui sementara kamu tidak mengetahui karena Allah akan bertanya kepadamu tentang itu semua." Ibnu Katsir mengatakan: "Kandungan tafsir yang mereka (para ulama) sebutkan adalah bahwa Allah melarang untuk berbicara tanpa ilmu bahkan sekedar dengan sangkaan yang itu hanyalah perkiraan dan khayalan [Tafsir Ibnu Katsir:3/43] demikian tafsir para ulama. Maka dari sisi mana dan atas dasar tafsir siapa ayat ini sebagai dasar sistem manqul ala LDII ??? Sementara para ulama' tidak kenal sama sekali sistem manqul seperti itu.

Ketiga,
من قال في القرآن برأيه فأصاب فقد أخطأ
'Barangsiapa membaca/mengartikan Al Quran dengan pendapatnya sendiri (tanpa manqul), walaupun benar maka sungguh-sungguh hukumnya tetap salah (HR Abu Daud) (Ini terjemah LDII dinukil dari Bahaya LDII hal. 254)

[Arti yang benar lebih umum dari pada itu mencakup menafsiri al Quran. Ubaidullah al Mubarakfuri mengatakan: Yakni, berbicara tentang lafadznya, bacaanya, maknanya dan kandungannya. [Mir'atul mafatif syarh Misykatul Mashabih:1/330]-pen]

Kajian
Hadits ini lemah, diriwayatkan oleh Abu Dawud [Kitabul 'Ilm:4/43], Tirmidzi [5/184], Nasa'i [Sunan Kubra kitab Fadhailul Quran:5/31], Ibnu Jarir at Thabari [dalam tafsirnya:1/25]. Semuanya melalui jalan (sanad yang sampai kepada) Suhail bin Mihran bin Abi Hazm al Qutha'i. [Dalam kitab Taqributtahdzib: (kunyahnya) Abu Abdillah dikatakan pula bahwa ayahnya adalah Abdullah al Qutha'i - pen] Dari Abu 'Imran (Abdul Malik bin Habib) al Jauni, dari Jundab dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bahwa Nabi mengatakan:…(hadits tersebut)

Hadist tersebut 'illahnya pada Suhail bin Mihran bin Abi Hazm al Qutha'i. Imam Ahmad, Ibnu Ma'in, al Bukhari dan yang lain mencacatnya (Tahdzibut tahdzib:4/261) dan Ibnu Hajar mengatakan: Dha'if (lemah). (Taqribut tahdzib:421). Demikian, sanad hadits ini lemah karena ada seorang rawi yang dha'if.

Asy syekh al Albani mengatakan tentang hadits ini: Dha'if [Dha'if, Sunan Abu Dawud:3652, hal.294 dan Miyskatul Mashabih, no:235], al Baihaqi mengatakan: Pada hadits ini ada kritikan ['Aunul Ma'bud:10/85].

Keempat,
من قال في القرآن بغير علم فليتبوأ مقعده من النار
'Barangsiapa membaca Al Quran tanpa berilmu atau manqul maka hendaknya menempati tempat duduknya di neraka' (HR Tirmidzi) (Ini terjemah LDII dinukil dari Bahaya LDII hal. 254)
[Terjemah yang benar bukan membaca bahkan lebih umum dari pada itu termasuk menafsiri atau menerjemahkannya, lihat al Kifayah fi 'Ilmirriwayah:343-pen]

Kajian
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud: [kitabul Ilm ], At Tirmidzi: 5/183 dan beliau mengatakan: "Hasan Shahih", An Nasa'i dalam Sunan al Kubra : [kitab Fadhailil Quran:5/31], Ahmad 1/233, 323, 293 [Demikian disebutkan oleh al Mizzi dalam Tuhfatul asyraf:4/423 demikian pula Ibnu Hajar dalam an Nukatudhiraf:4/423, sementara tidak saya dapati dalam sunan Abu Dawud di Kitabul 'Ilm kemudian saya dapati asy Syekh Ubaidullah al Mubarakfuri mengatakan dalam bukunya Mir'atul Mafatih:1/331: Saya tidak mendapatinya dalam Sunan Abu Dawud, namun nampak dalam Mukhtashor Jami' al Mawarits karya al Mizzi demikian pula al 'Iraqi dalam takhrijnya terhadap Ihya' bahwa hadits tersebut dalam riwayat Abu Dawud Kitabul 'ilm dalam sunannya melalui riwayat Ibnul 'Abd… (Lihat, al Mughni 'An Hamlil asfar Juz:1/29 no:101 cet maktabah dar thabariyyah-pent) Ibnul 'Abd adalah salah satu periwayat sunan Abu Dawud. -pen] , 327 dan ad Darimi dalam Musnadnya : 1/76, tetapi dengan matan yang lain. Dan Ibnu Jarir at Thabari dalam Tafsirnya:1/34, semuanya melalui jalan Abdul A'la dari Said bin Jubair dari Ibnu 'Abbas. Dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau mengatakan:….(hadits tersebut). Abdul A'la dalam sanad tersebut adalah Ats Tsa'labi, Ibnu Hajar mengatakan: "Shaduqun Yahim, yakni hafalannya tidak begitu kuat dan suka keliru."

Hadits ini diriwayatkan juga secara mauquf yakni hanya sampai kepada Ibnu Abbas, diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari dua jalan yang pertama: Muhammad bin Humaid dari al hakam bin Basyir dari 'Amr bin Qois al Mula'i dari Abdul a'la dengan sanad tersebut di atas tapi sampai kepada Ibnu Abbas saja.
Kedua: Dari Ibnu Humaid dari Jarir, dari Laits, dari Bakr, dari Said bin Jubair dari Ibnu Abbas.
Ibnu Hajar mengatakan: Ibnul Qhotton menshahihkannya [An Nukatudhiraf: 4/423]. Asy Syekh al Albani mendhaifkannya dalam Misykatul Mashabih [No:234 Juz:1/79]. Lalu saya dapati beliau mentakhrij hadits ini panjang lebar yang berakhir dengan kesimpulan Dha'if dan membantah yang menshahihkannya dalam kitabnya Silsilah al Ahadits Adh Dhaifah : 4/265, no:1783 , silahkan dilihat.

Demikian derajat hadits ini, seandainyapun shahih, maka bukan artinya harus manqul seperti dipahami dan diterjemahkan demikian oleh LDII, tidak ada kata manqul dari tidak mengandung makna manqul sama sekali. Arti yang benar pada hadits pertama (dengan pendapatnya) dan pada hadits kedua (tanpa ilmu) tetapi mereka menafsirinya dengan tanpa manqul, bukankah ini manipulasi makna hadits. Kalau begitu apa sebetulnya makna hadits itu bila shahih, untuk itu kami akan nukilkan penjelasan ulama.

Dalam kitab Aunul Ma'bud, Syarah Sunan Abu Dawud disebutkan: "(dengan ra'yunya/pendapatnya) yakni sekedar dengan akalnya dan dari dirinya sendiri tanpa meneliti ucapan para Imam dari ulama ahli bahasa Arab yang tidak sesuai dengan kaidah syar'iyyah, bahkan dia sesuaikan dengan akalnya, padahal (pemahaman terhadap ayat atau maknanya) tergantung pada naqli. [10/85] Al Baihaqi mengatakan: "Jika hadits ini shahih, maka Nabi memaksudkan –wallahu a'lam- pendapat akal yang lebih dominan di qalbunya tanpa dalil yang mendukungnya. Adapun pendapat yang didukung oleh dalil maka boleh. Beliau juga mengatakan, bisa jadi maksudnya orang yang mengatakan dengan pendapat akalnya tanpa mengetahui prinsip-prinsip ilmu dan cabang-cabangnya [idem]. Makanya, kami nasehatkan jangan terkungkung pada kitab himpunan saja, lihat buku ulama, syarah kutub sittah dari ulama, bukan syarah 'paku bumi' dan imam LDII saja. Para ulama yang mensyarah Kutubus Sittah itu, mereka punya sanad sampai ke Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam dan sanadnya lebih tinggi dan lebih shahih - Insya Allah - .

Dengan demikian ra'yu itu ada dua macam:
1. Ra'yu yang sesuai dengan bahasa Arab dan kaidah-kaidahnya, sesuai dengan Al Quran dan As Sunnah dengan memperhatikan seluruh syarat-syarat tafsir. Maka menafsiri al quran dengan itu boleh.
2. Ra'yu tidak sesuai dengan aturan bahasa Arab, tidak sesuai dengan dalil syar'i serta tidak memenuhi syarat-syarat tafsir, maka ini tidak boleh [At Tafsir wal Mufassirun:1/264]
Ibnu Qoyyim juga membagi ra'yu menjadi dua, yang terpuji dan yang tercela [lihat Al Intishor li Ahlil Hadits hal. 23-34, lihat pula hal. 13 dan At Tafsir wal Mufassirun:1/264]. Dan terakhir simaklah ucapan An Naisaburi: "Tidak boleh hadits ini dimaksudkan bahwa; Jangan sampai seorangpun mengatakan pada Al Quran kecuali apa yang ia dengar (yaitu manqul dalam istilah LDII-pent)". Karena para Sahabat mereka telah menafsirkan Al Quran dan mereka berselisih pendapat pada beberapa masalah dan tidaklah semua yang mereka katakan itu mereka dengar dari Rasul Shallallahu 'alaihi wasallam…[Mir'atul Mafatih:1/330].

Bukankah ini pukulan telak buat kalian wahai para pengikut LDII?! Sungguh tafsir kalian sangat bertentangan dengan ulama'. Maka benar apa yang dikatakan Ibnu Taimiyyah bahwa ahli bid'ah berhujjah dengan sebuah dalil, padahal dalil itu menghujat mereka.

Kelima,
تعمل هذه الأمة برهة بكتاب الله ثم تعمل برهة بسنة رسول الله ثم تعمل بعد ذلك بالرأي فإذا عملوا بالرأي ضلوا
Umat ini sesaat akan mengamalkan berdasarkan kitab Allah kemudian sesaat mengamalkan berdasarkan sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian setelah itu mengerjakan dengan pendapatnya maka jika mereka mengamalkan dengan pendapat mereka sesat. [HR Abu Ya'la]

Kajian
Hadits ini lemah, diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Bar dalam Jami' Bayanil Ilm wa Fadhlihi no:1998, 1999, dari sahabat Abu Hurairah, Abul Aysbal mengatakan: "Diriwayatkan oleh Abu Ya'la dalam Musnadnya:10/240 no:5856" dan Al Khatib meriwayatkan dari jalannya dalam kitab Al Faqih wal Mutafaqqih:2/179, kata beliau : "Telah mengkhabarkan kepada kami al Hudzail bin Ibrahim al Jummani, ia mengatakan: Telah mengkhabarkan kepada kami Utsman bin Abdurrahman dengannya". Sanad ini lemah sekali. Utsman bin Abdurrahman az Zuhri al Waqqoshi disepakati, bahwa haditsnya dibuang bahkan Ibnu Ma'in menganggapnya pemalsu hadits demikian pula dikatakan oleh al Haitsami dalam al Majma':1/179. Ada mutaba'ah (dukungan) buat Utsman bin Abdurrahman yaitu dari Hammad bin Yahya al Abah, Ibnu Hajar mengatakan: "Hafalannya kurang kuat dan suka keliru", diriwayatkan pula oleh al Khatib dalam Al Faqih wal Mutafaqqih :2/179 dari dua jalan melalui Jubarah. Dan disana ada 'illah (kelemahan lain) yaitu lemahnya Jubarah Ibnu al Mughallis. Jadi hadits itu dengan dua jalannya tetap tidak shahih Wallahu a'lam [lihat Jami Bayanil Ilm wa Fadhlihi: 2/1039-1040 dengan tahqiq Abul Asybal]

Ibnu Abdil Bar mengatakan: "Ulama berbeda pendapat dalam hal Ra'yu yang tercela tersebut, sebagian kelompok mengatakan: Ra'yu yang tercela adalah bid'ah yang menyelisihi sunnah dalam hal aqidah, serta yang lain -mereka adalah mayoritas ahlul ilmi- mengatakan: Adalah berbicara dalam hukum syari'at agama dengan sekedar anggapan baik dan prasangka." [lihat selengkapnya dalam Jami Bayanil Ilm wa Fadhlihi:2/1052,1054]. Demikian pendapat ulama tentang ra'yu yang dimaksud tidak satupun menafsirinya 'tidak manqul'. [lihat pula kitab Mir'atul Mafatih]

Keenam,
تسمعون ويسمع منكم ويسمع ممن سمع منكم
'Kalian mendengar dan akan didengarkan dari kalian dan akan didengarkan dari orang yang mendengarkan dari kalian'

Kajian
Hadits ini diriwayatkan Abu Dawud: 3659, Ahmad:1/321, Ibnu Hibban:1/263 Al Hakim:195 al Khatib dalam Syaraf Ashabul Hadits dan Ar Ramahurmuzi dalam Muhadditsul Fashil:92, semuanya melalui jalan Al A'masy dari Abdullah bin Abdullah ar Razi, dari Said bin Jubair dari Ibnu Abbas dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau mengatakan ….(Hadits itu)… Diriwayatkan pula melalui jalan lain oleh Al Khatib dalam Syarof Ashabul Hadits dan Ar Ramahurmuzi dalam Muhadditsul Fashil:91, Al Bazzar dan At Tabrani. [lihat perinciannya dalam Silsilah al Ahadits Ash Shahihah, no:1784]

Al Hakim mengatakan: "Shahih sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim dan tidak diriwayatkan oleh keduanya, tidak ada 'iilah padanya " [Ithaful Maharah:7/192] dan disetujui oleh Adz Dzahabi. Namun Asy Syaikh al Albani tidak setuju bila dikatakan sesuai dengan syarat al Bukhari dan Muslim, karena Abdullah bin Abdullah bukan merupakan rawi Bukhari dan Muslim, namun hadits itu tetap Shahih sedang al 'Ala'i menghasankannya. [lihat Shahih Sunan Abu Dawud:3659 dan Ash Shahihah:1784]

Demikian derajat hadits itu, tapi dimanakah yang menunjukan bahwa musnad muttashil lebih-lebih 'manqul' ala LDII itu syarat sahnya ilmu?! Bukankah yang namanya syarat di dalam ilmu Ushul Fiqih artinya 'Bila syarat sesuatu tidak terpenuhi maka sesuatu itu tidak sah'.!! Manakah dalam hadits itu yang menunjukan bahwa bila tidak manqul maka ilmu itu tidak sah. Hadits itu hanya berisi anjuran atau perintah untuk menyampaikan, tidak terdapat padanya syarat sahnya ilmu itu harus dengan manqul, oleh karenaya Abu Dawud memberikan judul pada hadits ini 'Bab Keutamaan Menyebarkan Ilmu'. Dan para ulama tidak memahami hadits ini seperti pemahaman LDII buktinya Abu Dawud Ibnu Hibban al Hakim dan ulama yang kita sebut di atas, tidak ada yang berpemahaman seperti LDII.

Ketujuh,
الإسناد من الدين ولولا الإسناد لقال من شاء ما شاء
'Isnad/sanad itu termasuk dari agama kalaulah bukan karena sanad tentu sembarang orang akan mengatakan semaunya'.

Kajian
Ini adalah ucapan Abdullah Ibnul Mubarak diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 dan ar Ramahurmuzi dalam al Muhadditsul Fashil:96 dan al Khotib dalam Syaraf Ashhabul Hadits.

Mereka menganggap ucapan itu sebagai dasar teori manqul, ini tentu tidak sesuai dengan nash ucapan Ibnul Mubarak itu sendiri. Ucapan itu menerangkan keutamaan sanad dan sanad itu lebih umum dari pengertian manqul ala LDII di antara sanad adalah Al Mukatabah seperti yang kami terangkan di atas. Dan tidak mengandung sama sekali keharusan untuk manqul, juga tidak ada larangan mengambil ilmu tanpa manqul, demikian pula beliau ucapkan kata-kata ini di zaman beliau dan beliau meninggal pada tahun 181 H. Berbeda keadaannya dengan keadaan sekarang, oleh karenanya kita dapati para ulama mengatakan bahwa mengamalkan ilmu yang diambil dengan al wijadah, padahal itu tidak sekuat al Mukatabah wajib sebagaimana perincian dalam bahasan al wijadah di atas.

Kedelapan,
إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذوا دينكم
'Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka lihatlah oleh kalian dari mana kalian mengambil agama kalian.'

Kajian
Ini adalah ucapan Muhammd bin Sirin diriwayatkan Imam Muslim dalam Muqoddimah Shahihnya:26, 1/44 Atsar (ucapan Tabi'in) ini mengandung bagaimana memilih guru agama yaitu memilih yang baik yang sesuai dengan sunnah Nabi, dan tidak sama sekali mengandung keharusan untuk manqul serta tidak ada di dalamnya larangan mengambil ilmu tanpa manqul.

Kesimpulan:
Demikian dalil-dalil mereka, semuanya tidak tepat sebagai dalil. Adapun ayat Al Quran mereka tafsiri dari diri mereka sendiri, berbeda dengan ulama tafsir, makanya mereka tidak menyebutkan referensi tafsir dalam menerangkan ayat-ayat itu. Nah, bukankah ini artinya menafsiri Al Quran dengan ra'yu ?!! Mereka menuduh orang lain bicara hal agama dengan ra'yu, ternyata justru diri merekalah yang melakukannya ?!!

Dalil-dalil yang kalian pakai untuk menyerang selain golongan kalian justru itu senjata makan tuan dan bumerang bagi kalian sendiri. Kalian mengharuskan manqul dan melarang dengan ra'yu, pada kenyataannya bahkan kalianlah yang memakai ra'yu dalam agama ini, dimana kalian tafsirkan ayat dan hadits semau kalian dan tidak sesuai dengan pemahaman ulama. Dan kalau mereka (LDII) mengkafirkan seseorang yang mereka anggap pakai ra'yu, tidakkah vonis kafir itu juga mengenai mereka sendiri?! Karena mereka juga pakai ra'yu. Ingat ketika kau vonis kafir seseorang dan kau tunjuk dengan jari telunjukmu bukankah 4 jarimu menunjuk pada dirimu sendiri.?!

Saya tidak mengkafirkan kalian, namun saya hanya ingin mengingatkan bahayanya mengkafirkan seseorang, yang bisa jadi vonis kekafiran itu justru akan kembali kepada dirinya sendiri seperti dalam hadits Nabi
أيما رجل قال لأخيه يا كافر فقد باء بها أحدهما
"Barangsiapa mengatakan kepada Saudaranya : Wahai orang kafir maka (hukum) tersebut akan kembali kepada salah satu dari keduanya" [HR Bukhari dan Muslim…]

Adapun dalil dari hadits maka sebagiannya shahih dan sebagiannya dha'if dan semuanya mereka pahami dengan pemahaman yang salah, sehingga menjadi bumerang buat mereka sendiri. Terakhir dalil dari ucapan para ulama yang lagi-lagi mereka tafsiri sesuai kepentingan mereka. Kalaupun seandainya maksud ulama itu sesuai dengan maksud mereka –dan itu tidak mungkin- maka ucapan ulama bukan hujjah! Hujjah itu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya Shallallahu 'alaihi wasallam.

Contoh Hadits-Hadits Dha'if

Sekilas saya melihat buku 'Himpunan' susunan LDII Kitabush Sholah maka saya dapati beberapa hadits dha'if, bahkan ada yang maudhu' diantaranya:
إقرؤوا على موتاكم يس
"Bacalah pada mayit-mayit kalian surat Yasin" hal.147.

Hadits ini Riwayat Abu Dawud Ibnu Majah dan lain-lain, didalamnya terdapat tiga cacat:
- Kemajhulan (tidak ada rekomendasi/komentar dari ulama ahli hadits) rawinya yang bernama Abu Utsman.
- Kemajhulan ayahnya.
- Idlthirab (kegoncangan pada sanadnya)
Hadit ini didha'ifkan oleh Ibnul Qhaththan, Ad Daruqhuthni dan Al Albani. Lihat perinciannya dalam Irwa'ul Ghalil karya al Albani hadits no:688.

من قرأ يس في ليلة أصبح مغفورا له...
"Barangsiapa yang membaca Yasin dalam satu malam maka di pagi harinya dalam keadaan diampuni dosanya", Kitabush shalah, hal.146. Asy Syaikh al Albani mendho'ifkannya dalam Dha'iful Jami':5787.

من قرأ يس كتب الله بقرائتها قرآءة القرآن عشر مرات
"Barangsiapa yang membaca Yasin maka Allah tuliskan dengan membacanya sama dengan membaca Al Quran 10 kali", hal.146.

Asy Syekh al Albani mengatakan: Maudhu' (palsu) karena ada rawi yang bernama Harun Abi Muhammad, azd Dzahabi menuduhnya sebagai pendusta [lihat perinciannya dalam Silsilah al Ahadits adh Dhaifah, no:169]

كان إذا أفطر قال اللهم لك صمت وعلى رزقك افطرت
"Bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bila berbuka membaca Allahumma laka shumtu…" , Kitabush shalah hal.134.
Hadits ini Riwayat Abu Dawud, mursal dan mursal termasuk dha'if. Mursal karena Muadz bin Zuhrah bukan sahabat, lalu mengatakan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam…, bahkan dia juga tergolong majhul. [lihat perinciannya dalam Irwa'ul Ghalil no:919], asy syekh al Albani mengatakan: "Dha'if". Mana persyaratan Musnad Muttashil (MM) di hadits ini dan hadits setelahnya wahai kaum LDII?!

Hadits khutbah Jum'ah hal 104 dan seterusnya, dari riwayat Abu 'Ubaidah dari Abdullah bin Mas'ud, ternyata lemah, karena sanadnya terputus antara keduanya, dimana Abu Ubaidah tidak mendengar dari Abdullah bin Mas'ud. Anehnya mereka sendiri menyebutkan ucapan Abu Abdurrahman/Imam An Nasa'i dalam hal ini, lalu mengapa mereka tetap memakai hadits itu?! Lihat hal.105 : قال أبو عبد الرحمن أبو عبيدة لم يسمع من أبسه شيئا... "Abu Abdurrahman (An Nasa'i) mengatakan: Abu Ubaidah tidak mendengar hadits dari ayahnya (Ibnu Mas'ud) sedikitpun"

Demikian pula hadits Asma wa Sifat pada hal.124 dan kita sudah terangkan sisi kelemahannya diatas.

Perlu dikaji kembali bahwa syarat shahihnya hadits ada lima sebagaimana penjelasan pada halaman 4, sehingga tidak cukup dengan musnad atau muttashil saja, dan betapa banyak hadits yang musnad atau muttashil tapi dha'if atau bahkan maudhu'!!

Demikian sekilas kami melihat dan hanya dalam Kitabus Shalat, bagaimana bila seseorang benar-benar meneliti satu-persatu dan pada semua kitab himpunan mereka.

Mari kembali kepada kebenaran sebelum ajal menjemput…
Bila anda tidak terima penjelasan ini…
Ku tunggu jawaban ilmiyah anda.
qomar77 @ telkom.net
kunjungi www.asysyariah.com

Wallahul musta'an

(Dikutip dari tulisan al Ustadz Qomar Zainuddin, Lc, pimpinan Pondok Pesantren Darul Atsar, Kedu, Temanggung serta Pimred Majalah Asy Syariah. Judul asli Antara Al Qur'an, Al Hadits dan 'Manqul'.)
Baca selengkapnya
Kesesatan LDII

Kesesatan LDII


Pendiri LDII

Pengasas dan pemimpin tertinggi pertamanya adalah Madigol Kadzdzab. Nama kebesaran dalam aliran kelompoknya adalah Al-Imam Nurhasan Ubaidah Lubis Amir. Dan nama kecilnya ialah Madekal/Madigol atau Muhammad Medigol, asli primbumi Jawa Timur. Ayahnya bernama Abdul Azis bin Thahir bin Irsyad. Lahir di Desa Bangi, Kec. Purwoasari, Kab. Kediri Jawa Timur, Indonesia pada tahun 1915 M (Tahun 1908 menurut versi Mundzir Thahir, keponakannya).


Asal Munculnya LDII

Faham yang dianut oleh LDII tidak berbeda dengan aliran Islam Jama’ah/Darul Hadits yang telah dilarang oleh Jaksa Agung Republik Indonesia pada tahun 1971 (SK Jaksa Agung RI No. Kep-089/D.A/10/1971 tanggal 29 Oktober 1971). Keberadaan LDII mempunyai akar kesejarahan dengan Darul Hadits/Islam Jama’ah yang didirikan pada tahun 1951 oleh Nurhasan Al Ubaidah Lubis (Madigol). Setelah aliran tersebut dilarang tahun 1971, kemudian berganti nama dengan Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) pada tahun 1972 (tanggal 13 Januari 1972). Namun dengan adanya UU No. 8 tahun 1985, LEMKARI sebagai singkatan Lembaga Karyawan Islam sesuai MUBES II tahun 1981 ganti nama dengan Lembaga Karyawan Dakwah Islam yang disingkat juga LEMKARI (1981). Pengikut aliran tersebut pada pemilu 1971 mendukung GOLKAR, kemudian LEMKARI berafiliasi ke GOLKAR Dan kemudian berganti nama lagi sesuai keputusan konggres/muktamar LEMKARI tahun 1990 dengan nama Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Perubahan nama tersebut dengan maksud menghilangkan citra lama LEMKARI yang tidak baik di mata masyarakat. Disamping itu agar tidak jumbuh dengan nama singkatan dari Lembaga Karatedo Indonesia.

Kota atau daerah asal mula munculnya Islam Jama’ah/Lemkari atau sekarang disebut LDII (Lembaga Dakwah Islamiyah Indonesia) adalah:

Desa Burengan Banjaran, di tengah-tengah kota Kediri, Jawa Timur.
Desa Gadingmangu, Kec. Perak, Kab. Jombang, Jawa Timur.
Desa Pelem di tengah-tengah kota Kertosono, Kab. Nganjuk, Jawa Timur.


Tahap-tahap Pengembangan

–Sekitar tahun 1940-an sepulang Al-Imam Nurhasan Ubaidah Lubis Amir (Madigol) dari mukimnya selama 10 tahun di Makkah, saat itulah masa awal dia menyampaikan ilmu hadits manqulnya, juga mengajarkan ilmu bela diri pencak silat kanuragan serta qiroat. Selain itu juga ia biasa melakukan kawin cerai, terutama mengincar janda-janda kaya. Kebiasaan itu benar-benar ia tekuni hingga ia mati (1982 M). Kebiasaan lainnya adalah mengkafir-kafirkan dan mencaci maki para kiyai/ulama yang diluar aliran kelompoknya dengan cacian dan makian sumpah serapah yang keji dan kotor. Dia sering menyebut-nyebut ulama yang kita kaum Suni muliakan yaitu Prof. Dr. Buya Hamka dan Imam Ghozali dengan sebutan (maaf, pen) Prof. Dr. Buaya Hamqo dan Imam Gronzali. Juga dia sangat hobi membakar kitab-kitab kuning pegangan para kiyai/ulama NU kebanyakan dengan membakarnya di depan para murid-murid dan pengikutnya.

–Masa membangun Asrama Pengajian Darul Hadits berikut

pesantren-pesantrennya di Jombang, Kedir, dan di Jl. Petojo Sabangan Jakarta sampai dengan masa Nurhasan Ubaidah Lubis Amir (Madigol) bertemu dan mendapat konsep asal doktri imamah dan jama’ah (yaitu : Bai’at, Amir, Jama’ah, Taat) dari seorang Jama’atul Muslimin Hizbullah, yaitu Wali al-Fatah, yang dibai’at pada tahun 1953 di Jakarta oleh para jama’ah termasuk sang Madigol sendiri. Pada waktu itu Wali al-Fatah adalah kepala biro politik Kementrian Dalam Negeri RI (jaman Bung Karno).

–Masa pendalaman manqul Qur’an Hadits, tentang konsep Bai’at, Amir, Jama’ah dan Ta’at, itu sampai tahun 1960. Yaitu ketika ratusan jama’ah pengajian Asrama manqul Qur’an Hadits di Desa Gadingmangu menangis meminta Nurhasan Ubaidah Lubis Amir (Madigol)mau dibai’at dan ditetapkan menjadi imam/amir mu’minin alirannya. Mereka semuanya menyatakan sanggup taat dengan dikuatkan masing-masing berjabat tangan dengan Madigol sambil mengucapkan Syahadat, shalawat dan kata-kata sakti ucapan bai’atnya masing-masing antara lain : “Sami’na wa atho’na Mastatho ‘na” sebagai pernyataan sumpah untuk tetap setia menetapi program 5 bab atau “Sistem 3 5 4.” Belakangan yang menjadi petugas utama untuk mendoktrin, menggiring dan menjebak sebanyak-banyaknya orang mau berbai’at kepada dia adalah Bambang Irawan Hafiluddin yang sejak itu menjadi Antek Besar sang Madigol. Namun Alhamdulillah Bambang Irawan Hafiluddin dengan petunjuk, taufik dari Allah SWT, kini telah keluar dari aliran ini dan mengungkap rahasia LDII itu sendiri.

–Masa bergabungnya si Bambang Irawan Hafiluddin (yang diikuti juga oleh Drs. Nur Hasyim, Raden Eddy Masiadi, Notaris Mudiyomo dan Hasyim Rifa’i) sampai dengan masa pembinaan aktif oleh mendiang Jenderal Soedjono Hoermardani dan Jenderal Ali Moertopo berikut para perwira OPSUSnya yaitu masa pembinaan dengan naungan surat sakti BAPILU SEKBER GOLKAR: SK No. KEP. 2707/BAPILO/SBK/1971 dan radiogram PANGKOPKAMTIB No. TR 105/KOPKAM/III/1971 atau masa LEMKARI sampai dengan saat LEMKARI dibekukan di seluruh Jawa Timur oleh pihak penguasa di Jawa Timur atas desakan keras MUI (Majelis Ulama Indonesia) Jatim di bawah pimpinan KH. Misbach.

—Masa LEMKARI diganti nama oleh Jenderal Rudini (Mendagri 1990/1991 menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islamiyah Indonesia) yaitu masa mabuk kemenangan, karena merasa berhasil Go-Internasional, masa sukses besar setelah Madigol berhasil menembus Singapura, Malaysia, Saudi Arabia (bahkan kota suci Makkah) kemudian menembus Amerika Serikat dan Eropa, bahkan sekarang Australia dengan siasat Taqiyyahnya: Fathonah, Bithonah, Budiluhur Luhuringbudi, yang lebih-lebih tega hati dan canggih.


Tokoh-tokoh Pendukung

Tokoh-tokoh pendukung yang ikut membesarkannya

  1. Di atas puncak tertinggi sebagai penguasa atau imam adalah imam amirul mu’mini. Sejak wafatnya Nurhasan Ubaidah Lubis Amir (Madigol), tahta itu dijabat langsung oleh anaknya yaitu Abdul Dhohir bin Madigol didampingi adik-adik kandungnya: Abdul Aziz, Abdus Salam, Muhammad Daud, Sumaida’u (serta suaminya yaitu Muhammad Yusuf sebagai bendahara) dan si bungsu Abdullah. Sang amir dijaga dan dikawal oleh semacam paswal pres yang diberi nama Paku Bumi.
  2. Empat wakil terdiri dari empat tokoh kerajaan yaitu Ahmad Sholeh, Carik Affandi, Su’udi Ridwan dan Drs. M Nurzain (setelah meninggal diganti dengan Nurdin).
  3. Wakil amir daerah.
  4. Wakil amir desa.
  5. Wakil amir kelompok.
  6. Di samping itu ada wakil amir khusus ABRI (TNI/POLRI sekarang), yaitu jama’ah ABRI, RPKAD, BRIMOB, PGT AURI, MARINIR, KOSTRAD, dan lain-lain) dan wakil khusus muhajirin, juga ada tim empat serangkai yang terdiri dari para wakil amir, para aghniya’ (orang-orang kaya), para pengurus organisasi (LDII/Pramuka/CAI/dan lain-lain) serta para mubaligh.

Semua itu digerakkan dengan disiplin dan mobilitas komando “Sistem Struktur Kerajaan 354″ menjadi kekuatan manqul, berupa: “Bai’at, Amir, Jama’ah, Ta’at” yang selalu ditutup rapat-rapat dengan system: “Taqiyyah, Fathonah, Bithonah, Budi luhur Luhuring Budi karena Allah.” Pengembangan dan perluasan daerah kekuasaan LDII telah meliputi daerah-daerah propinsi di seluruh wilayah Indonesia bahkan sudah merambah ke luar negeri seperti: Australia, Amerika Serikat, Eropa, Singapura, Malaysia, Arab Saudi. lebih dari itu mereka sudah memiliki istana dan markas besar di kota Suci Makkah yang berfungsi sebagai pusat kegiatan dakwah terutama pada musim haji dan umrah sekaligus sebagai tempat mengulang dan mengukuhkan sumpah bai’at para jama’ahnya. Setiap tahunnya mereka selalu berkumpul yakni beribu-ribu jamaah LDII dari seluruh penjuru dunia termasuk para TKI/TKW yang melaksanakan haji dan umrah bersama sang amir. Adapun markas besar LDII tersebut: yang satu di kawasan Ja’fariyyah di belakang makam Ummul Mu’minin Siti Khodijah R.A. dan di kawasan Khut Aziziyyah Makkah di dekat Mina.

Baca selengkapnya
Kesesatan NII

Kesesatan NII

Bukti-Bukti Kesesatan NII KW IX (Seri Al-Zaytun 4)

Dalam bahasa Al-Qur'an kata sesat atau kesesatan dlolla aw dlolalan: "Katakanlah, aku tidak akan mengikuti hawa nafsu kalian (karena) sungguh telah tersesatlah aku jika demikian, dan aku bukanlah termasuk dari pada orang-orang yang mendapat hidayah."
(Q. S. Al-An'am: 56)

"Mereka itulah orang-orang yang telah menukar kesesatan dengan hidayah, maka tiadalah beruntung mereka dan tiadalah mereka menjadi orang-orang yang memperoleh hidayah. "
(Q. S. Al-Baqarah: 16)

As-Sunnah membahasakan adl-dlolalah secara lebih tegas dan spesifik, yaitu dalam mengemukakan tentang bid'ah. Sebagaimana bunyi hadits Nabi SAW yang sangat masybur:

"Maka sesungguhnya, sebaik-baik pembicaraan adalah Kitab Allah, dan sebaik-baik petunjuk (bimbingan, tuntunan) adalah petunjuk (sunnah) Muhammad SAW. Dan seburuk-buruk perkara
adalah hal yang baru (tidak terdapat Al-Qur'an maupun Sunnah). Dan setiap hal yang baru tersebut adalah (pasti) mengada-ada (bid'ah). Dan setiap yang bid'ah adalah dlolalah dan setiap dlolalah (kesesatan) adalah (berakhir) di dalam neraka. "

(H. R. Bukhari, Muslim, dan Nasa'i)

Sepak terjang KW IX dalam kurun waktu di bawah kepemimpinan Haji Abdul Karim dan kemudian Haji Muhammad Ra'is dari tahun 1984-5 s/d 1992 maupun di bawah kepemimpinan Abu Toto as-Syaikh AS Panji Gumilang (gelar kebesarannya saat ini) sejak dari tahun 1992 hingga tahun 2001 sekarang telah menimbulkan banyak korban. Secara riil yang lebih banyak dirugikan baik moril maupun materil oleh KW-IX sejak masa Haji Karim sampai Abu Toto adalah ummat Islam pada umumnya, dan secara khusus adalah kalangan NII atau DI (Darul Islam).


Kerugian yang diderita ummat Islam secara moril adalah telah terkontaminasinya pemikiran dan pemahaman mereka tentang Islam, sehingga mereka sama sekali tidak menyadari dan tanpa terasa telah
terjerumus pada suatu keyakinan yang menjungkir-balikkan prinsip-prinsip keimanan (aqidah)
yang untuk selanjutnya berdampak pada pelecehan terbadap syari'at serta bermuara pada kemerosotan akhlaq.


Suatu tindakan permurtadan sekaligus penindasan dan pemiskinan telah berlangsung terhadap ummat Islam Indonesia yang dilakukan oleh KW IX. Suatu tindak kejahatan politik, sosial dan pelanggaran HAM yang sangat serius yang mungkin belum pernah dilakukan oleh kelompok sempalan manapun yang ada dalam masyarakat dan bangsa Indonesia, seperti Islam Jama'ah (LDII, Lembaga Dakwah Islam Indonesia) misalnya, yang sudah dikenal secara luas sesat dan menyesatkan serta eksploitatif terhadap para anggota jama'ahnya temyata masih belum sekejam KW IX atau NII-nya Abu Toto, gerakan sesat yang mengatasnamakan NII di balik pesantren mewah Al Zaytun. Demikian pula halnya dengan jama'ah Ahmadiyah yang punya konsep wahyu dan kenabian secara tersendiri dan menyimpang, masih belum sekejam KW IX atau NII-nya Abu Toto. Demikian pula aliran-aliran sesat lainnya, mereka masih tidak sekejam KW IX atau Nll-nya Abu Toto.

Penyimpangan Aqidah

Kezhaliman yang paling dahsyat yang dilancarkan oleh KW IX baik pada masa kepemimpinan Haji Abdul Karim, Haji Ra'is maupun kepemimpinan Abu Toto adalah menciptakan syirik. Berdasarkan data-data yang telah tertuang di atas dan beberapa kesaksian dan laporan para mantan peagikut Abu Toto, maka syirik yang diciptakan NII KW IX dalam kurun 1984-5 s/d 2001sekarang adalah menyusun sistematika tauhid secara serampangan, dengan membaginya ke dalam 3 substansi tauhid, yaitu: Tauhid Rububiyah, Tauhid Mulkiyyah dan Tauhid Uluhiyyah tanpa dasar disiplin ilmu sedikit pun.


Pertama, mereka mengumpamakan Tauhid Rububiyah dengan akar kayu, Mulkiyyah adalah batang kayu, Uluhiyyah adalah buahnya. Selain itu mereka juga menafsirkan Rububiyah dengan undang-undang, Mulkiyyah adalah negara, dan Uluhiyah adalah ummatnya.


Tafsiran semacam itu sungguh sangat menyesatkan, karena telah merendahkan, menghina Allah, dan telah menyamakan Allah dengan makhIuk-Nya.


Keyakinan mereka itu tidak sesuai dengan surat An-Naas yang menegaskan bahwa Allah itu Robbin Naas (Pemelihara, Pengatur seluruh manusia), sekaligus sebagai Malikin Naas (Raja atau Pemilik Manusia), Ilahin Naas (Sembahan nanusia).


Kedua, mereka juga meyakini kerasulan dan kenabian itu tidak akan berakhir selama masih ada orang yang menyampaikan da'wah Islam kepada manusia. Kesimpulan mereka, bahwa setiap orang yang menyampaikan da'wah Islam pada hakikatnya adalah Rasul Allah.


Ketiga, menciptakan ajaran dan keyakinan tentang adanya otoritas nubuwwah pada diri dan kelompok mereka dalam menerima, memahami dan menjelaskan serta melaksanakan maupun dalam
memperjuangkan AI-Qur'an dan Sunnah Rasul SAW hingga tegaknya syari'ah dan kekhalifahan di muka bumi. Dengan menetapkan doktrin tentang Al-Qur'an dan As-Sunnah secara serampangan serta sangat
menyesatkan antara lain:


  1. Al-Qur'an adalah wahyu yang diturunkan kepada Muhammad SAW untuk menata dunia secara baik dan benar menurut yang dikehendaki dan ditetapkan Allah. Dengan demikian AI-Qur'an juga sebagai
    Undang-undang, Hukum dan Tuntunan yang harus diterima dan dilaksanakan manusia. Namun dalam prakteknya bagaimana mereka mensikapi, memperlakukan ataupun dalam memahami AI-Qur'an maka itu terserah manusia, yakni bebas melakukan ta'wil maupun tafsir baik terhadap ayat yang muhkamat maupun yang mutasyabihat.
  2. Sedangkan As-Sunnah adalah perilaku Nabi Muhammad SAW dalam melaksanakan Al-Qur'an yang ternyata mengikuti milah (ajaran) dan tata cara pengabdian Nabi lbrahim Alaihissalam. Selain itu Nabi Muhammad juga diyakini sebagai kader Nabi Isa bin Maryam yang dididik dan dibina oleh kaum Hawariy yang nota bene pengikut setia Nabi Isa Alaihissalam atau hasil transformasi ajaran Nabi Isa Alaihissalam.

Keempat, Menggunakan nama-nama Nabi untuk hierarki kepangkatan (jabatan struktural dan fungsional), sehingga menimbulkan kesan bahwa Nabi yang satu bisa diperintah oleh Nabi lainnya yang
berada pada struktur lebih tinggi.


Kelima, Melakukan tipu daya kepada pengikutnya dengan memberikan iming-iming pangkat maupun jabatan serta futuh (kemenangan) terhadap penguasa Rl, dan meyakinkan melalui doktrin bahwa secara diam-diam sekitar 50% dan kekuatan TNI-PoIri (ABRI) telah berpihak kepada NII sehingga pasti menang, yang dalam istilah mereka menunjuk kepada sebuah ayat yang berbunyi: Nashrun minallahi
wa fathum qariib.

Penyimpangan Syari'ah

Dalam majalah bulanan Al Zaytun terbitan Ma'had Al Zaytun dinyatakan:
"Kita bersyukur kepada Allah, karena pada tahun 2000 ini, kita dianugerahi 3 kali 'led dalam satu tahun (dua kali 'led al Fithri dan satu kali 'led al Adlha) Sebagai unmat Islam kita harus jeli melihat segala yang telah disyari'atkan oleh Allah. Apa yang telah diperintahkan dan dilarang oleh Allah pasti mengandung hikmah dan manfaat yang besar bagi manusia. Manfaat apa kiranya yang bisa kita ambil dari 'led ini? Paling tidak ada dua aspek manfaat yang bisa ambil dari 'led dalam Islam.

Pertama aspek pribadi (khas): 'led Al Fithri dan 'led Al Adlha meskipun bukan berada pada akhir tahun, namun sudah menjadi kebiasaan dikalangan ummat Islam menjadikan hari ini sebagai hari introspeksi, hari evaluasi atau hari membenahi diri. Maka pada hari ini ummat Islam saling memaafkan, menyambung kembali tali shilaturrahmi, mengingat-ingat kesalahan dimasa lalu kemudian bertobat dan bertekad akan hidup lebih baik dimasa hadapan. Rasa benci dan dendam kepada siapapun luluh pada hari ini yang ada hanya keinginan untuk memaafkan dan saling menyayangi sehingga pada hari 'led semua wajah terlihat cerah dan berseri-seri. Suasana seperti itulah yang seharusnya terjadi setiap saat dikalangan Ummat Islam, suasana yang mendatangkan ketentraman dan kebahagiaan bagi setiap pribadi muslim. Ummat Islam merasa mempunyai kekuatan baru untuk mengarungi kehidupan dimasa hadapan, dengan jiwa yang bersih, seperti bayi yang baru lahir, tanpa dosa dan penuh percaya diri.

Kedua: Aspek Sosial ('Aam). Menjelang 'led al Fithri Allah telah mensyari'atkan zakat fithrah dan menjelang 'led al Adlha Allah telah mensyari'atkan berqurban. Secara individu zakat fithrah dan berqurban adalah sarana pembersihan diri dan pendekatan diri kepada sang Pencipta Allah SWT. Secara sosial zakat fithrah dan berqurban adalah sarana untuk mensejahterakan ummat bahkan pada zaman Nabi Muhammad dana zakat Fithrah dan qurban yang terkumpul telah sanggup menguatkan dan
membesarkan Negara Madinah yang dipimpin oleh Rasulullah.


Satu hal yang harus disadari secepatnya oleh ummat Islam hari ini adalah ketidak-mampuannya untuk memanfaatkan sumber dana dan mengolahnya sehingga menjadi kekuatan yang besar untuk memajukan dan mensejahterakan ummat. Padahal Allah dengan syari'at yang telah diturunkan-Nya telah membuka saluran-saluran sumber dana yang bila dikelola dengan baik merupakan sumber kekuatan Islam yang sangat besar. Seperti Infaq, Shadaqah-shadaqah, zakat (fithrah dan maal), Tazkiyah baitiyah, aqiqah, hashilatul kasab, qurban dll."


Masih pada majalah yang sama, dengan tajuk "Memanage 'led Al-Adha Agar Menjadi Kekuatan Yang Besar" mereka menyatakaa hal-hal sebagai beriku:


"Pada kesempatan 'led Al Fithri kali yang pertama di awal Januari tahun 2000, Ma'had AI Zaytun, telah mengawali langkah yang tepat sekaligus berani, untuk mengelola sumber dana dalam Islam, yakni dengan mengaktualkan nilai zakat fithrah, ini dilakukan bukan untuk mencari sensasi, tapi semata-mata untuk meningkatkan kualitas ummat. Zakat fithrah tidak lagi dihargai dengan 3,5 liter beras. Karena dosa setahun sudah tidak wajar lagi dibersihkan dengan 3,5 liter beras, dan sangat ironis jika hanya dengan 3,5 liter beras kita bercita-cita untuk mensejahterakan ummat.


"Alhamdulillah, seluruh civitas Ma'had Al Zaytun menyambut langkah ini dengan antusias, termasuk para santri, dan wali santri pun menyambut dengan baik dan penuh kefahaman. Sehingga pada kesempatan 'led itu, dari santri saja terkumpul dana zakat fithrah hampir mencapai 100 juta rupiah (hanya dari 1235 muzakki, kalau dibuat rata-rata masing-masing santri membayar zakat fithrah, kurang lebih sebesar 75 ribu rupiah) untuk itu kita layak berdo'a: "Taqabbalallahu minna waminkum"


"Pada pertengahan Maret tahun 2000 ini kita bertemu dengan 'led al Adlha, dimana ummat Islam diperintahkan untuk berqurban. Kalau pada 'led Al Fithri kita bisa melakukan suatu harakah yang bermutu, maka pada 'led Al adlha inipun kita harus melakukan hal yang sama, bahkan harus lebih hebat
lagi.


"Pada 'led Al Fithri (hari kembali fithrahnya manusia) itu telah mengajak Ummat untuk berzakat fithrah dengan harakat ramadlan-nya. Maka pada 'led Al Adlha (hari berqurbannya manusia) tata mengajak ummat untuk berqurban, mengurbankan sesuatu yang dicintainya dan mendekatkan diri kepada Allah. "


Sehubungan dengan Pengertian Berqurban, masih pada majalah yang sama, kita bisa merasakan adanya penyimpangan tentang hal ini:


"Menurut bahasa (lughawi) Kata qurban berasal dari kata qorroba yang berarti "dekat", sedangkan dalam kamus AI-Munjid hal 617 kata qurban diartikan sebagai berikut : "apa-apa yang bisa mendekatkan diri kepada Allah dengan cara menyembelih atau dengan yang lainnya."


"Jadi, namanya berqurban itu tidak selamanya dengan menyembelih hewan, menyembelih hewan hanyalah sekedar lambang dari pengorbanan.


"Kalau kita lihat sejarah, dari sejak nabi Adam a.s. Qurban dilambangkan dengan bentuk yang berbeda-beda. Nabi Adam a.s. telah memerintahkan berqurban pada para putranya (Qabil dan Habil), kemudian Qabil dan Habil melaksanakan perintah ayahnya itu dalam bentuk: ternak dan hasil sawah ladang.


"Allah SWT telah memerintahkan berqurban kepada Nabi lbrahim a.s., kemudian nabi lbrahim a.s. melaksanakan pengorbanannya dalam bentuk penyembelihan terhadap puteranya (Isma'il, yang
kemudian Allah menggantinya dengan seekor qibas) Sedangkan Muhammad Rasulullah SAW melambangkan Qurban dengan menyembelih ternak. Ini membuktikan bahwa berqurban Untuk tidak
harus dengan menyembelih hewan, Hakekat pengorbanan adalah mengurbankan apa-apa yang paling dicintainya untuk kepentingan (masyarakat) Islam. Maka selain dengan menyembelih hewan, berqurban itu juga bisa dengan dilaksanakan dakan bentuk yang lain. "


"Manfaat zakat dan qurban ditinjau dari aspek sosial adalah untuk memberi makan fakir dan miskin. Memberi makan dalam arti luas adalah bukan hanya memberi makan pada jasmani (perut) tetapi termasuk juga di dalamnya memberi makan kepada rohani (akal dan bashirah). Makaman otak manusia, bukanlah daging kambing, tapi makanan otak manusia adalah ilmu.


"Ilmu secara formal bisa didapat lewat pendidikan, maka jika qurban dikeluarkan dalam bentuk uang (misalnya) dan uang yang terkumpul digunakan untuk membangun sarana pendidikan, gedung pembelajaran, asrama, masjid perpustakaan, laboratorium dan kelengkapan lain yang menunjang pendidikan, itu berarti qurban yang kita keluarkan akan lebih abadi (pahala/manfaatnya) bagi Islam dan ummatnya.


"Dengan pendidikan kita bisa mendapatkan generasi Islam yang berotak jernih (brilian) dan sekaligus memiliki bashiroh yang tajam. Dengan cara ini qurban jadi lebih, aktual, efektif dan efisien...


Kemudian pada akhir tulisan, dinyatakan sebagai berikut:
"Pada hari ini Allah dan Rasul-Nya telah menyeru kita untuk berqurban, maka penuhilah seruan tersebut, karena qurban itu bisa menghidupkan individu Islam, masyarakat Islam, bahkan dengan berqurban kita bisa menghidupkan kembali dunia Islam. Inilah arti berqurban secara luas (arti yang sebenarnya) bukan arti secara sempit, yang hanya mengandalakan berkorban dengan menyembelih hewan saja, hanya berorientasi kepada kebutuhan jasmani (perut) saja. Inilah paradigma berqurban yang optimis dan berwawasan masa depan, bukan pandangan berkorban secara sempit yang hanya memikirkan gegembiraan fakir miskin di hari raya saja, tetapi pandangan jauh ke depan memikirkan nasib ummat seratus bahkan seribu tahun yang akan datang."


Sikap dan pandangan serta praktek zakat fithrah yang menyimpang sebagaimana diatas yang diterapkan pada para santri Al-Zaytun, toh tetap berjalan dan bahkan malah semakin parah pada Ramadlan tahun ini. Sebagaimana yang dilansir media intern mereka antara lain:


"Sumber dana lain yang bakal dipergunakan untuk pengembangan pesantren antara lain zakat fithrah. Zakat yang lazim ditunaikan ummat Islam menjelang 'ledul Fithri. Selain itu, pimpinan Ma'had Al-Zaytun sempat mengumumkan kepada 3200 santri tentang jumlah pembayar zakat fithrah terbesaryang dilakukan seorang santri dari Nusa Tenggara Jimur sebesar Rp. I juta, pembayar zakat fithrah terbesar kedua diraih oleh santri asal Gorontalo senilai Rp 500 ribu, demikianj uga diumumkan
pembayar zakat fithrah terkecill sebesar Rp 10 ribu ".


Pemerasan seperti itu, menurut pemberitaan media Al Zaytun sendiri malah dianggap sebagai keberhasilan yang fantastis dari gerakan Ramadlan, karena mampu menghasilkan pemasukan uang sebanyak 5 miliar rupiah lebih.


Eksploitasi (pemerasan) maupun eksplorasi (penggalian dana) dan program pemiskiinan ummat Islam (korban jeratan rekruitmen) dengan mengatas-namakan Zakat, Tazkiyah Baitiyah, Shadaqah Tathawwu', Infaq Sabilillah, Khijanah tajwidiyah, Qiradl, Shadaqah (Ja-uka dan isti'dzan, Nikah, tahkim, Musyahadah dan Tartib) maupun Kaffarat dan lain sebagainya telah mencerminkan adanya motif penipuan yang sangat merugikan dan meresahkan umat serta merusak kesuciluhuran ajaran Islam. Motif politik yang bisa di prediksi adalah untuk membuat phoby dan trauma terhadap ummat Islam, yang pada dasarnya suatu saat nanti perjalanan da'wah dan politik ummat kearah persiapan menuju strukturalisasi Islam, di pastikan sangat banyak membutuhkan partisipasi aktif secara ekonomi dan lahir bathin dari ummat Islam.


Pengorabanan para koraban KW IX Abu Toto Abdus Salam PANJI GUMILANG melalui program dan qoror-qorornya, sangat luar biasa. Habis-habisan secara lahir dan bathin. Rumah, harta benda, perniagaan, pekerjaan, intelektualitas diserahkan total kepada lembaga kejama'ahan NII. Dan yang tersisa hanyalah tinggal kemiskinan dan kebodohan serta kebingungan.


Diantara para korban, ada terkena jerat program Qiradl dan lddikhor (tabungan), sampai sebanyak 250 gram emas, bahkan salah seorang pejabat Bank Indonesia (sekarang mantan) sampai rela menyerahkan 2,5 kg emas. Dan dua orang putranyapun, sempat pula menjadi perampok, yang untuk itu mereka harus merelakan tulang iganya putus lantaran demi untuk menyelamatkan diri dari kejaran masa, hanya kareana mengejar target setoran yang harus di bayarkan kepada jama'ah negara.

Berbagai Istilah Pemerasan


Berikut ini adalah berbagai upaya pemersan yAng dibungkus melalui berbagai istilah yang islami, seperti shodaqoh musyadahad, harakat Ramadlan dan sebagainya.


Kalkulasi di bawah ini dibuat berdasarkan perkiraan minimal, dengan batasan waktu antara tahun 1993 s/d tahun 2000, dengan asumsi jumlah anggota (korban) mereka sekitar 60.000 orang. Meskipun demikian, banyak keterangan dari mantan NII KW IX yang menyatakan bahwa jumlah anggotanya sekarang lebih dari 100.000 orang. Namun karena terjadi proses keluar atau masuk, maka angka patokan yang di gunakan adalah 6.000 orang.



  1. Shadaqah Musyahadah (Shadaqah yang diabil disaat melaksanakan bai'at untuk pembersiban jiwa):
    Rp 1.000.000,- x 60.000 = Rp. 60.OOO.OOO.OOO.
  2. Harakat Ramadhan (Nama atau istilah lain dari zakat fitrah):

    Rp. 50.000,- x 60.000 x 6 = Rp 18.000.000.000.
  3. Tazkiyah Ramadlan Baitiyah (Zakat mal yang dikeluarkan dengan ketentuan 2,5 % dari seluruh harta yang di miliki tanpa melihat jenis maupun perhitungan nisab):

    Rata-rata Rp. 250.000,-x 30.000 x 5 = Rp. 375.000.000.000.
  4. Harakat Qiradl (Pinjaman wajib oleh Negara kepada warga negara berbentuk emas):

    Rata rata 100 gr: Rp 5.000.000,- x 60.000 = Rp. 300.000.000.000
  5. Nafadah Daulah (Infaq sebagai bentuk kecintaan warga kepada NII):

    Rata-rata Rp 50.000,- x 60.000 x 12 x 6 =Rp 216.200.000.000
  6. Harakat Iddikhor: Rp 10.000,- x 60.000 x l2 x 6 = Rp 43.200.000.000
  7. Shadaqoh Tartib (Shadaqah yang harus di berikan kepada Negara ketika dilaksanakan pelantikan jabatan atas warga, makin tinggi jabatan makin besar shadaqahnya):

    Rp 1.000.000 x 5000 x 6 = Rp 30.000.000.000
  8. Harakat Qurban (Nama atau istilah lain dari wajib qurban pada 'Iedul Adha):

    Rp. 200.000,- x 60.000 x 6 = Rp 72.000.000.000
  9. Shadaqoh Munakahat (shadaqah yang harus di berikan kepada Negara Atas kesaksian dan pelaksanaan pernikahan yang di selelenggarakan oleh Negara):

    Rp.2.000.000,- x 1000 x 6 = Rp 12.000.000.000
  10. 1nfaq Tarbiyah / Shadaqah Khas (Shadaqah yang dikhususkan untuk pembelian tanah waqaf):

    Rp. 2.000.000,- x 60.000 = Rp 120.000.000.000
  11. Shadaqah Ja-uka (Shadaqah wajib untuk pengajuan surat istighfar atau shadaqah 58:12):

    Rp 30.000,- x 60.000 x 6 = Rp 10.800.000.000
  12. Shadaqah isti'dzan (Shadaqah untuk pengajuan keluar dadi teritori KW IX, dalam rangka pergi mudik ataupun keperluan lain/dagang):

    Rp 30.000 x 60.000 x 6 = Rp 10.800.000.000
  13. Shadaqah Kaffarat(Shadaqah yang diambil karena kesalahan atau kelalaian aparat):

    Rp 100.000,- x 60.000 x 6 = Rp 36.000.000.000
  14. Shadaqah Tahkim (Shadaqah yang diambil untuk keperluan sidang):

    Rp.100.000,- x 2000 x 6 = Rp 1200.000.000
  15. Shadaqah Masjid Rahmatan lil 'alamin:

    Rp. 1.000.000 x 60.000 = Rp 60. 000. 000. 000
  16. Lain lain: Rp. l 00.000,- x 60.000 x 6 = Rp 36.000.000.000

Total = Rp 1.401.200.000.000 (Satu Trilyun Empat Ratus Satu Milyar Dua Ratus Juta Rupiah)


Setidaknya sejumlah itulah dana pemerasan terhadap ummat yang dilakukan oleh mereka, yang kemudian diwujudkan dalam bentuk bangunan mewah Ma'had Al Zaytun, yang konon biayanya menelan
angka sampai hitungan sekitar 4 trilyun rupiah. Dan keseluruhan dana yang dibutuhkan, mungkin diperoleh berupa sumbangan dari berbagai negara, para konglomerat dan mungkin dari keluarga Cendana maupun pejabat masa ORBA.


Menurut penuturan salah seorang mantan pengikut Abu TOTO yang sempat dipercayakan memegang posisi Majelis Hai'ah (semacam departemen keuangan), Pak Andreas (Ismail Subardja), dana abadi yang
berhasil dikumpulkan oleh KW IX hingga akhir tahun 1996 saja sudah mencapai 40 miliar rupiah. Seluruh dana yang ada di KW IX dimasukkan kedalam rekening Bank ClC atas nama Abu Ma'ariq alias
Abu TOTO Abdus Salam (AS Panji Gumilang) dan keluarganya.


Sebagian dari jumlah tersebut, ada yang dialokasikan untuk Mukafaah lhsanul Mas'ul (semacam gaji) bulanan bagi para Mas'ul, dari yang terendah (tingkat Musa) hingga Adah Djaelani yang diposisikan sebagai penasehat. Gaji itu nantinya pasti akan dipotong lagi secara langsung untuk infaq bulanan, yang besarnya berlainan.


Sebagai contoh, seorang Mas'ul tingkat daerah digaji sebesar Rp. 800.000,- (delapan ratus ribu rupiah), namun setelah dipotong ini dan itu untuk Nafaqah Daulah (Madinah), Harakat Ramadlan, Harakat Qurban dan lddikhor, yang tersisa tinnggal Rp 200.000,- ltupun tidak seluruhnya dalam bentuk uang, karena sebagian darinya dalam bentuk beras 20 kg, gula pasir 2 kg, minyak goreng 2 kg yang harus dibeli dari koperasi intern Khijanah Tajwidiyah, dengan nilai sekitar Rp 80.000,- (delapan puluh ribu rupiah). Berarti uang tunai yang bisa dibawa pulang hanya sekitar Rp 120.000,- (seratus dua puluh ribu rupiah) saja.


Untuk para pekerja kasar Al Zaytun yang jumlahnya mencapai 1.000 (seribu orang) pekerja, masing-masing diberi gaji Rp 400.000,- (empat ratus ribu rupiah) setiap bulannya, namun setelah dipotong infaq, hutang dan tabungan, yang tersisa tuiggal Rp 50.000,- (lima puluh ribu rpiah).


Dan yang perlu diketahui, menurut sumber yang layak dipercaya dari kalangan Abu TOTO (yang memiliki posisi strategis, satu level dengan Raqib Daerah yang sekarang sudah mulai sadar dan merencanakan serangan balik yang mematikan kepada Abu TOTO), pada saat ini jumlah muqallid (melalui proses rekruitmen) yang masih setia kepada Abu TOTO dengan NII yang sudah terintegrasi atas hibah Imamah dari Adah Djaelani, sekarang ini sekitsr 100 ribu orang.


Kekejaman NIl KW IX Abu TOTO terhadap pengikutnya sendiri, adalah apa yang sebenarnya ia ketahui tentang para pengikutnya yang dapat dipastikan akan keluar dan berhenti setelah mereka tak mampu
memenuhi kewajiban dan tanggungjawab yang ia bebankan, ataupun karena mereka sadar dengan sendirinya. Terhadap semuanya itu Abu TOTO sama sekali tak peduli. Karena Abu TOTO punya keyakinan dan perhitungan: Yang belum tahu dan tidak sadar serta bisa dijadikan sasaran dakwah sesat NII masih sangat banyak, selain itu peluang dan kesempatan untuk melakukannya masih sangat luas dan mudah.




P e n u t u p


Berbagai tindak kejahatan dan penodaan terhadap agama (Islam) sering kali terjadi. Sayangnya belum pemah sekalipun kaum Muslimin secara tuntas mengatasi hal ini. Tanggung jawab dan kewajiban setiap hamba Allah yang mu'min dan muslim adalah melestarikan Islam dengan berpedoman kepada AI-Qur'an dan Sunnah Rasul SAW termasuk sunnah Khulafa ar Rasyidin, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
"Diwajibkan atas kalian melaksanakan sunnahku dan sunnah Khulafa ar Rasyidin, gigit erat-erat dengan gigi gerahammu. "
(HR Abu Dawud dan Tirmidzi).


"Tiada Nabi yang diutus sebelumku melainkan mempunyai hawariy yang memegangi benar terhadap tuntunan ajarannya, kemudian timbullah pengganti yang sesudahnya suatu generasi yang berbicara tentang suatu yang tidak mereka kerjakan dan mereka melakukan apa yang tidak diperintahkan. Maka barang siapa yang berjihad dengan tangannya mereka adalah mu'min, dan barang siapa yang berjihad dengan lisannya mereka mu'min dan barang siapa yang berjihad dengan hatinya mereka mu'min, sedang selain dari yang demikian itu adalah tidak ada lagi keimanan yang tersisa dalam hatinya, walaupun seberat biji sawi."
(HR Muslim, bersumber dan lbn Mas'ud).


Oleh karenanya, marilah kita semua belajar dari sejarah, baik sejarah pembangunan Daulah dan peradaban Islam, maupun sejarah para Sahabat dalam mempertahankan berlakunya syari'at dan tegaknya Daulah Islam. Karena dengan melihat dan merujuk kepada sejarah tersebut yang telah mendapat pujian serta hidayah dari Allah insya Allah kita bisa mengambil contoh keteladanan yang tapat.


LPPI berkesimpulan bahwa para orang tua santri (dan calon santri) pada umunnya tidak mengetahui secara persis tentang realitas Ma'had Al Zaytun pimpinan AS Panji Gumilang yang mempraktekkan
ajaran menyimpang (sesat), yang sangat membahayakan dan merugikan ummat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya.


Melalui buku ini LPPI sekedar menunaikan kewajibannya dengan memberikan informasi secara tebuka kcpada masyarakat luas, tanpa dibebani motif politik, ekonomi, atau kebencian kepada siapa pun, melainkan semata-mata untuk mengungkapkan kebenaran dan menegakkan keadilan, dalam rangka amar ma'ruf dan nahyi munkar.


Bersama dengan para mantan tokoh dan anggota NII KW IX yang sudah insyaf, LPPI akan menggalang kekuatan bersama untuk menegakkan kebenaran dan keadilan serta menghentikan segala bentuk kesesatan dan kejahatan AS Panji Gumilang beserta kroninya. LPPI akan mengungkapkan kebenaran walau terasa pahit. Semoga Allah Yang Maha Kuasa memberi kekuatan kepada hamba-Nya yang
berjuang untuk menegakkan kebenaran dan keadilan serta memberantas kemunkaran.


LPPI membuka ruang berdiskusi dengan semua pihak secara terbuka untuk membuktikan kesesatan AS Panji Gumilang, Syaikh Ma'had Al Zaytun. LPPl juga menerima pengaduan dari para keluarga muslim yang anggota keluarganya terperangkap ke dalam lingkaran NII KW IX dan Ma'had Al Zaytun.


Kepada para orang tua yang anak atau keluarganya sekarang sedang belajar atau bekerja di Ma'had Al Zaytun, termasuk perwakilan dan cabang-cabangnya diseluruh Indonesia diharapkan berpikir ulang atau mempertimbangkan kembali keberadaannya di Ma'had Al-Zaytun tersebut.


Berdasarkan basil investigasi yang dilakukan tim LPPI, ditemukan indikasi kuat adanya keterkaitan antara Abu Toto yang dulu terkenal sebagai tokoh NII KW IX dengan sosok AS Panji Gumilang Syaikh al Ma'had Al- Zaytum sekarang ini, yang ajaran, doktrin dan ideologi serta amaliahnya ternyata terdapat banyak penyimpangan aqidah, penodaan tauhid, serta penjungkirbalikan syari'at, termasuk perusakan nilai-nilai luhur akhlaq Islamiyah, perusakan makna ibadah. Juga, menipu, memiskinkan dan memurtadkan ummat.


Tentunya semua kebejadan itu tidak akan kita biarkan hidup dan berkembang, hanya karena kekaguman kita menyaksikan gedung Ma'had Al-Zaytun yang begitu megah dan mewah.


"Alahumma arina al haqqan warzuqnat tiba'ah, wa arinal bathila-bathilan warzuqnaj tinabah." Ya Rabb, janganlah Engkau gelincirkan qalbu-qalbu kami setelah Engkau beri hidayah kami, dan Anugerahilah kami rahmat dari sisi Engkau, sesungguhnya Engkau adalah al wahab. Maha Suci Engkau ya Allah, dan dengan memuji Engkau, aku bersaksi bahwa sesungguhnya tiada dzat yang patut di ibadahi selain Engkau, aku memohon ampunan dan bertaubat kepada-Mu. Alhamdulilahi rabbil Alamin.

Daftar Pustaka

Buku/Kitab:


  1. Al-Qur'an al-Karim.
  2. Tafsir lbnu Katsir.
  3. Tafsir Fathul Qadir.
  4. Tafsir As-Sa'diy.
  5. Tafsir Fie Dzhilalil Qur'an, Sayyid Qutb.
  6. Tafsir Sofwatut Tafasir, Muhammad Ali Shabuny.
  7. Bidayah wan-Nihayah (Sierah) lbnu Katsir.
  8. Sierah Nabawi, Syaikh Shafiyyur-Rahman AI-Mubarakfury, Pustaka al Kautsar.
  9. Sierah Shahabat, Syaikh Muhammad Yusuf AI-Kandahlawy; Pustaka al-Kautsar.
  10. At Tajj, Kitabul jami' lil Ushul.
  11. Mausu'atil Muyassarah.
  12. AI-Ahwa', wal Firaq wal Bida'.
  13. Jalan Ruhani, Sa'id Hawwa.
  14. Kitab Tauhid, Syaikh Muhammad At Tamimi, Yayasan Al-Shofwa, Darul Haq.'99
  15. Zaadul Ma'ad, lbnu al Jauzi
  16. Al Chaidar, Sepak Terjang KW IX Abu Toto, Madani Press, 2000
  17. ----, Pemikiran Politik Proklamator NII, Sekar Madji Maridjan Kartosoewirjo, Pustaka Darul Falah, 1999.
  18. HOLK H. DENGEL, DARUL ISLAM dan KARTOSUWIRJO.
  19. Nashiruddin Abdul Hakim, Laporan Kesaksian Warga NII.
  20. Munawar Khalil, Kembali kepada Al Qur'an dan As Sunnah.
  21. Klipping Surat Kabar dan Majalah tentang NII tahun 1983-2000
  22. Catatan Jihad, oleh DJADJA SUDJADI (WIS- Wakil lmam Sementara NII non struktural).
  23. Pedoman (Catatan Khusus) oleh DJADJA SUDJADI.
  24. Majalah Bulanan AI Zaytun No. 1 - 14 terbitan YPI Ma'had AI-Zaytun

Wawancara dengan para mantan aktivis dan korban Abu TOTO NII KW IX:


  1. Bapak Anas Hutapea, mantan Ka staf Daerah I Bekasi.
  2. Bapak Riva'i, mantan Komandan II Daerah II Jakarta Timur.
  3. Bapak Andreas, mantan Ketua Majlis Hai'ah Wilayah IX.
  4. Bapak Isma'il, mantan Ka Bag Pondidikan Jakarta Pusat.
  5. Bapak Chaeruddin, mantan Ka Bag Keuangan Jakarta Pusat.
  6. Bapak Hilal, mantan Komandan I Daerah I Bekasi.
  7. Bapak Faisal, Mantan Ketua Lajnah Pusat Wilayah IX.
  8. Bapak Fathoni, mantan Komandan II Wilayah II Kudus, Jawa Tengah.
  9. Bapak Obeid, mantan Komandan I Wilayah II Jepara, Jawa Tengah.
  10. Bapak Amer alias Encu, mantan Komandan I Daerah II Jaktim.
  11. Bapak Ali, mantan Komandan I Daerah II Jaktim.
  12. Bapak Yusuf, mantan Komandan I Kabupaten Jaktim.
  13. Bapak Ayyub, mantan Komandan I Daerah I Bekasi.
  14. Bapak Mohammad Ali, mantan Komandan Desa Kayu Manis Jaktim.
  15. Amirul Mukminin, mantan Ka. Bag Pendidikan Kecamatan II Daerah II Bekasi.
  16. Ali, mantan Komandan Desa Daerah IV Jakut.
  17. Jaelani, mantan Ka Bag. Pendidikan Desa Jatinegara Jaktim.
  18. Malikurrahman Abdullah, mantan anggota.
  19. Jalu, mantan anggota.
  20. AI-Akh Ujang, mantan Komandan II Jatinegara Jaktim.
  21. AI-Akh Imam Shalahuddin, mantan Ka. bag. Keuangan Daerah I Bekasi.
  22. Al Chaidar, mantan Komandan Desa Jati Asih Daerah II Bekasi.
  23. Dini, mantan anggota.
  24. Emmy Madina, mantan anggota NII 199- 1993

Sumber: "Membongkar Gerakan Sesat NII di Balik Pesantren Mewah Al Zaytun, Umar Abduh

Oleh: Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Baca selengkapnya
Diberdayakan oleh Blogger.