17 Juli, 2009

Paramter Ghost

Paramter Ghost

GHOST -clone,mode=pload,src=c:sp3.gho:1,dst=2:1 -auto
Kode diatas itu tu,, aku coba dan cari-cari dari tadi pagi baru saja ketemu dan fix bisa digunakan dengan baik, skenario cerinta begini
1. pengen tidak repot dengan menginstall (seandainya 46 komp) harus dengan satu-satu
2. mengguanakan ghost agar masalah diatas dapat teratasi
3. tapi males nungguin satu-satu, bagaiaman caranya bisa langsung autorun tu aplikasi, tinggal masukin Cd dan dia bekerja otomatis
4. besok dilanjut lagi,, mau pulang dulu,,,
Baca selengkapnya

15 Juli, 2009

Ujung Pakaianku, Penyapu Jalanan

Ujung Pakaianku, Penyapu Jalanan



Ujung Pakaianku, Penyapu Jalanan??

Penulis: Ummu Rumman
Muraja’ah: Ustadz Nur Kholis Kurdian, Lc dan Ustadz Abu Ukkasyah Aris Munandar


Apa yang spontan terpikir di benak kita ketika melihat seorang muslimah yang memakai jilbab besar dan cadar, ditambah lagi pakaian yang lebar dan panjangnya sampai menyentuh tanah?? Oke, kita tak sedang membahas mengenai hukum jilbab dan cadar. Insya Allah masalah ini dapat ukhty temukan pembahasannya pada tulisan lain. Tapi kita tengah berbicara tentang panjang pakaian sang muslimah yang sampai menyentuh tanah.

“Mbak, mau nyapu jalan ya? Itu lho gamisnya kepanjangan, sampai ke tanah.”

“Sudah lebar, panjang pula. Apa ga kotor? Kalau kena najis di jalan gimana? Ga sah donk kalau pakaiannya dipakai sholat.”

“Iiiih… Jadi muslimah kok jorok sih? mbo’ panjangnya yang biasa aja. Ga usah berlebihan. Biar ga kotor…”


Ukhty, sering mendengar komentar semacam ini bukan?

Namun di sisi lain, kita temukan pula para wanita yang masih meremehkan masalah menutup aurat. Kaki, bagian tubuh wanita yang seharusnya ditutup justru digembor-gemborkan agar dijadikan salah satu daya pikat kecantikan wanita. Semakin pendek pakaian, semakin menarik, begitu anggapan mereka. Bahkan rok pendek dan rok mini menjadi bagian dari fashion model baju wanita. Wal iyaudzubillah.

Lalu, sepanjang apakah seharusnya pakaian wanita menurut syariat??

Anjuran Bagi Wanita untuk Memanjangkan Kain Pakaiannya

Ya Ukhty fillah, telah engkau ketahui bahwa wajib hukumnya bagi wanita untuk menutup auratnya. Dan termasuk bagian dari aurat yang harus engkau tutup adalah kakimu.

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan mengenai bagian bawah pakaian, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata kepada Rasulullah, “Lalu bagaimana dengan pakaian seorang wanita wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Hendaklah ia mengulurkannya satu jengkal,” Ummu Salamah berkata, ‘Jika demikian masih tersingkap ” Satu hasta saja dan jangan lebih dari itu,” jawab beliau. (HR. At Tirmidzi. Hadits hasan shahih)

Dari hadits di atas dapat ditarik dua kesimpulan, yaitu:

Pertama, bahwa seorang wanita wajib menutup kedua telapak kakinya dengan pakaiannya.

Kedua, boleh hukumnya memanjangkan pakaian bagi seorang wanita dengan ukuran sebagaimana telah dijelaskan hadits di atas.

Dari mana diukurnya satu jengkal di mana seorang wanita memanjangkan pakaiannya?

Dalam hal ini ada perbedaan pendapat di kalangan ulama satu jengkal itu diukur dari mana. Akan tetapi, pendapat yang kuat -insya Allah- satu jengkal adalah diukur dari mata kaki. Karena inilah Ummu Salamah berkata, “Jika demikian, kedua kakinya masih tersingkap,” lalu Rasulullah memberikan keringanan dengan satu hasta.

Para ulama telah bersepakat bolehnya seorang wanita memanjangkan pakaiannya di bawah mata kaki. Hal ini berbeda dengan kaum laki-laki di mana mereka mendapat ancaman keras bila memanjangkan pakaiannya di bawah mata kaki.

Sebagaimana kaum laki-laki, kaum wanita pun dilarang isbal. Akan tetapi ukuran isbal pakaian wanita berbeda dengan kaum laki-laki. Isbal-nya pakaian laki-laki adalah di bawah mata kaki. Sedangkan isbal-nya pakaian wanita adalah bila melebihi satu hasta atau dua jengkal. Sebagaimana dijelaskan di dalam hadits bahwa Rasulullah membatasi panjang pakaian wanita hanya boleh ditambah satu hasta atau dua jengkal, tidak boleh lebih.

Saat ini banyak kita dapati model pakaian wanita ala Barat, misalnya saja pakaian pengantin. Bagian atas ketat dan membuka aurat, tapi anehnya bagian bawahnya justru sampai bermeter-meter panjangnya!! Betapa banyak kesalahan yang terdapat dalam model pakaian semacam ini. Pertama, Tidak menutup aurat. Kedua, Isbal. Ketiga, merupakan pemborosan dan perbuatan yang sia-sia. Keempat, menyerupai (tasyabuh) orang kafir.

Cara Membersihkan Ujung Pakaian Wanita

Jika kini pada dirimu timbul pertanyaan, “Lalu bagaimana membersihkan ujung pakaian wanita? Bukankah dengan ukurannya yang panjang menjadikan pakaian tersebut besar kemungkinannya terkena najis di jalan?”

Islam agama yang kamil (sempurna) dan syamil (lengkap) yang menjelaskan setiap urusan secara detail, sehingga kita akan mengetahui berbagai solusi dari permasalahan yang kita hadapi dan belum kita ketahui. Ini sebagai bentuk kemudahan Islam.

Berkaitan mengenai cara membersihkan ujung pakaian wanita, maka simaklah hadiah nabawiyah berikut ini.

Dari seorang ibu putra Ibrahim bin Abdurrahman bin ‘Auf bahwa ia pernah bertanya kepada Ummu Salamah; istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Sesungguhnya aku adalah seorang perempuan yang biasa memanjangkan (ukuran) pakaianku dan (kadang-kadang) aku berjalan di tempat kotor?’ maka Jawab Ummu Salamah, bahwa Nabi pernah bersabda, “Tanah selanjutnya menjadi pembersihnya.” (HR. Ibnu Majah, Imam Malik dan Tirmidzi. Hadits shahih)

Namun, ada hal yang harus ukhty perhatikan dan pahami. Bahwa ketentuan yang disebutkan hadits di atas hanya berlaku untuk najis yang kering. Ketentuan ini tidak berlaku jika najisnya adalah najis yang basah atau cair.

Imam Malik berkata, “Sesungguhnya sebagian tanah membersihkan sebagian yang lain. Hal ini berlaku apabila kita menginjak tanah yang kotor, kemudian setelah itu menginjak tanah bersih dan kering, maka tanah yang bersih dan kering inilah yang akan menjadi pembersihnya. Adapun najis seperti air kencing dan semisalnya yang mengenai pakaian/ jasad maka harus dibersihkan dengan air.” Al Khathabi berkata. “Dan ummat sepakat dalam hal ini.”

Lebih jauh, Imam Syafi’i menjelaskan, bahwa ketentuan berlaku apabila najis yang diinjak adalah najis yang kering sehingga tidak ada najis yang melekat padanya. Maksudnya, najis tidak terlihat jelas secara fisik melekat pada pakaian (tanah telah menyucikannya). Apabila najis yang diinjak adalah najis yang basah, maka harus tetap dibersihkan dengan air hingga bersih.

Lalu, bagian mana yang harus dibersihkan. Apakah hanya pada bagian yang terkena najis saja ataukah seluruh pakaian?

Ukhty, pada asalnya yang wajib dibersihkan adalah hanya pada bagian yang terkena najis. Tidak harus dicuci semua.

Sebagian orang beranggapan bahwa bila suatu bagian pakaian terkena najis maka seluruh pakaian harus dibersihkan. Ini adalah anggapan yang tidak benar. Cukup bagian yang terkena najis saja. Jika sudah secara maksimal dibersihkan tetapi masih tetap tersisa, maka insya Allah tidak mengapa.

Semoga dengan penjelasan di atas kini para muslimah dapat mengetahui dan mengamalkan beberapa hukum berkaitan pakaian wanita. Allah dan Rasul-Nya telah menjelaskan pada kita mengenai najis, barang yang terkena najis dan bagaimana cara membersihkannya. Oleh karena itu, hendaklah para muslimah benar-benar mengilmui masalah ini. Tidak hanya sebatas masalah pakaian, tetapi jagalah juga diri dan lingkungan sekitar dari barang najis maupun barang-barang kotor yang bukan najis.

Jangan sampai muncul anggapan bahwa wanita muslimah adalah sosok yang tidak mengerti dan tidak peduli masalah kebersihan. Bukankah wanita juga yang mengurus sandang-papan bagi suami dan anak-anaknya. Jika kita sendiri tak mengerti, lalu bagaimana keadaan keluarga dan rumah kita nantinya?

Ukhty, mari kita niatkan setiap amal kita untuk mencari wajah Allah dan mengikuti sunnah Rasul-Nya. Bukan sekedar karena berprinsip “saya suka kebersihan.” Tapi mari cintai dan wujudkan keindahan dan kebersihan karena mengharap ridha Allah.

Maraji’:

1. Al Wajiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitabil ‘Aziz (Terj.), Syaikh ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al Khalafi (pustaka As Sunnah)

2. Ensiklopedi Fiqih Wanita, jilid 2, Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim (Pustaka Ibnu Katsir)

3. Kajian Al Wajiz oleh ustadz Abu Ukkasyah Aris Munandar, November 2008

4. Kajian Al Wajiz oleh ustadz Muslam, tahun 2004

5. Qutufun minasy Syamailil Muhammadiyah wal Akhlaqun Nabawiyah wal Adabil Islamiyah, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu



Sumber Muslimah


Baca selengkapnya
Kelompok Sempalan Islam ( penjelesan nama)

Kelompok Sempalan Islam ( penjelesan nama)

Pernah gak mendengar istilah khawarij?murjiah? dan lain sebagainya? udah ngorbol ngalor -ngidul tapi kadang suka lupa makna penamaan itu, semoga nanti tidak lupa lagi,,hii,,hii,,,


Oleh: Dr. Ibrahim Ruhaily dalam Mauqif Ahlus Sunnah

Termasuk pokok-pokok ahlul bidah ialah:

I. KHAWARIJ

Khawarij jamak dari kata kharijah (yang keluar). Mereka dinamakan itu karena mereka keluar dari agama dan keluar (memberontak) dari pilihan kaum muslimin. Pertama kali mereka memberontak Ali bin Abi Thalib tatkala terjadi penentuan hukum. Kemudian mereka berkumpul di Harura, daerah pinggiran kota Kufah. Di Nihran Ali memerangi mereka dengan sengit setelah berdebat dan menjelaskan hujjah kepada mereka. Hanya kurang dari sepuluh orang dari mereka yang berhasil meloloskan diri dari sergapan tentara Ali dan hanya kurang dari sepuluh tentara Ali yang berhasil mereka bunuh. Dua orang lari terbirt-birit ke Aman, dua orang prajurit ke Kirman, dua orang prajurit ke Sajistan dan dua orang prajurit ke al-Jazzirah serta satu orang prajurit ke Tel Marwan di Yaman.

As-Syahrstani mengatakan, Bidah-bidah Khawarij berkembang di tempat-tempat tersebut sampai hari ini.
Khawarij mempunyai banyak gelar antara lain Haruriyah, Syurrah, Mariqah (yang keluar dari agama), Muhakimah (yang menghukumi), dan mereka ridha mendapatkan gelar-gelar itu kecuali Mariqah. Dalam kelompok ini terdapat duapuluh sekte. Sekte terbesar adalah Muhakkimah, al-Azariq, Najdat, Baihasiah, Ajaridah, Tsualibah, Ibadhiah, Shafriah dan sisanya adalah cabang-cabangnya.

Meskipun terdiri-dari sekte-sekte yang berbeda-beda, mereka satu kata dalam mengafirkan Utsman, Ali, sahabat yang ikut perang Jamal, sahabat yang berhukum dengan Ali, orang yang ridha dan membenarkannya dengan hukum yang beliau jalankan atau salah satu dari keduanya, dan memberontak terhadap penguasa Islam yang lalim. Mereka berkeyakinan bahwa setiap pelaku dosa besar adalah kafir kecuali sekte Najdat yang tidak berkeyakinan demikian.
Terdapat banyak hadits shahih mencela Khawarij dari sepuluh sisi sebagaimana dikatakan al-Khalal dari Imam Ahmad. Beliau berkata, Khawarij adalah kaum yang jahat. Aku tidak mengetahui suatu kaum yang lebih jahat daripada mereka. Hadits-hadits nabi yang shahih menjelaskan tentang jeleknya mereka dari sepuluh sisi. Syaikhul Islam telah menyebutkan Bukhari dan Muslim mengeluarkan hadits tentang sekelompok dari Khawarij dalam kitab Shahih mereka.

Para peneliti telah sepakat wajibnya memerangi Khawarij bila mereka memberontak terhadap pemerintah Islam, menyelisihi jamaah dan memecah belah orang-orang taat setelah adanya peringatan. Pernyataan kesepakaan tersebut dinukil oleh Nawawi dan Syaikhul Islam.

Menurut Syaikhul Islam pengafiran terhadap mereka masih diperselisihkan ulama. Terdapat dua pendapat yang mashur dari Imam Ahmad. Masalah ini dibahas secara panjang lebar oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari dengan membawakan hujah masing-masing pendapat.

Pendapat yang benar ialah pendapat yang tidak mengafirkan mereka sebagaimana yang dinukilkan oleh Syaikhul Islam dari ijmasahabat. Para sahabat tidak mengafirkan mereka baik Ali maupun selainnya bahkan mereka memperlakukan Khawarij sebagaimana kaum muslimin yang dhalim dan durhaka..

II. SYIAH

Para peneliti telah mengkualisfikasikan golongan Syiah menjadi tiga kualifikasi : Ghulah, Imamiyah dan Zaidiyah. Mereka menyebutkan bahwa setiap bagian itu bercabang-cabang menjadi beberapa golongan. Berikut akan saya terangkan secara ringkas golongan-golongan yang ada pada Firqah Syiah.

A. Ghulah

As-Syahrstani berkata, Golongan ini mengkultuskan para pemimpin mereka sampai mengeluarkan dari batasan sebagai mahluk, menghukumi pemimpin dengan hukum-hukum ilahiah, terkadang menyerupakan salah seorang dari para pemimpin itu dengan Allah dan terkadang menyerupakan Allah dengan mahluk. Mereka berada pada dua posisi, belebihan dan meremehkan.

Kerancuan logika mereka itu diilhami oleh pemikiran Hulululiah, Tanasikhiyah, Yahudiyah dan Nasraniyah . Kelompk ini telah tepecah belah menjadi banyak golongan yang saling mengafirkan.

Yang termasuk pecahan dari golongan ini ialah Sabaiyah, golongan pengikut Abdullah bin Saba yang mengkultuskan Ali dan menganggapnya nabi hingga meyakinya sebagai Tuhan. Pemahamannya itu ia sebarkan di Kufah. Keberadaan mereka tercium oleh Ali lalu beliau memerintahkan anak buahnya untuk membakar mereka.

Sabaiyah berkeyakinan bahwa Ali tidak akan mati, mempunyai sebagian sifat ilahiah, suaranyalah yang datang di awan dan guruh, kilatan petir tersenyum kepadanya dan setelah itu ia akan segera turun ke bumi. Kemudian ia memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana pernah dipenuhi oleh kedurhakaan. Tidak diragukan lagi mereka adalah golongan yang telah keluar dari Islam. Para ulama telah memerangi segolongan dari mereka yang telah dianggap keluar dari Islam walaupun mereka menisbatkan kepadanya.

BATHINIYAH

Golongan ini mempunyai banyak julukan antara lain Qaramthah, Khurramiyah, Khurramdiniyah, Ismailiyah, Sabiyyah, Babikiyah, Muhammirah dan Talimiyah.
Imam Ghazali mengatakan, Telah disepakati bahwa dakwah ini tidak dibangun di atas suatu ajaran agama mana pun. Tidak diikatkan pada suat ajaran agama yang dikuatkan oleh kenabian. Karena sesungguhnya tempat berjalannya digiring oleh keterlepsannya dari agama sebagaimana rambut terlepas dari adonan. Tetapi ia mengikuti golongan Majusi, Muzdakiyah, segolongan kecil penyembah berhala yang menyeleweng dari tauhid, dan sekelompok besar tokoh-tokoh failosof terdahulu. Mereka mempergunakan panah logika dalam mengambil hukum suatu urusan yang diringankan bagi mereka. Sebagai ganti dari kekuasaan ahli agama.

Beliau menyebutkan, bertujuan memalingkan manusia dari agama, mereka mengatakan, Berlindunglah dengan menasabkan diri ke ahli bait, menangislah atas musibah yang menimpa mereka, dan bertawasullah dengan itu. Mereka mencela para ulama agar manusia ragu terhadap kabar-kabar yang mereka nukil dari Rasulullah. Bila terdapat suatu ayat al-Quran dan kabar-kabar yang mutawatir mereka membuat keraguan pada manusia dengan pernyataan, Dalam nash-nash terdapat rahasia-rahasia dan hal-hal yang tidak dinampakkan. Orang bodoh adalah orang yang terpedaya dengan ayat-ayat dhahir dan tanda fitnah adalah keyakinan terhadap perkara batin yang dilontarkan oleh imam yang maksum.

Beliau menyebutkan pula, sebagian madzhab mereka adalah menolak agama dan batin mereka murni kufur. Rincian madzhab mereka adalah mereka berkeyakinan adanya dua sesembahan yang terdahulu yang tidak berawal karena terus menerus ada di setiap jaman. Mereka tidak beriman dengan kenabian. Logika mereka tentang tumbuh-tumbuhan sama dengan logika ahli filsafat. Mereka sepakat mengingkari hari qiyamat atau peristiwa yang terjadi di dunia berupa pergantian siang dan malam, terbentuknya manusia dari nutfah dan nuthfah dari manusia dan tumbuhnya pohon-pohonan hanyalah rumus daripada keluarnya imam dan seorang yang akan menguasai jaman.

Para ulama antara lain Al-Baghdadi, Ibnu Taimiyah, dan al-Ghazali terus terang mengafirkan mereka. Disebutkan oleh ad-Dailami bahwa kekafiran mereka dapat diketahui dari duapuluh sudut.

NASHIRIYAH

Termasuk sekte Syiah adalah Nashiriyah. Nama ini dinisbatkan kepada Muhammad bin Nashir an-Namiri yang hidup pada abad ketiga hijriyah dan mati pada tahun 270 H. Sejaman dengan para tokoh itsna asyariyah (Tokoh syiah yang duabelas) antara lain Ali al-Hady, al-Hasan al-Aksari dan Muhammad al-Mahdy. Dia mengaku bahwa ia pintu masuk yang kedua kepada imam al-Hasan dan al-Hujjah orang yang setelahnya. Nashiriyah menyangka Allah taala menyatu dengan Ali pada sebagian waktu dan mengangkat Ali ke posisi ilahiyah.

Para tokoh mereka setelah Ali dianggap mempunyai sifat ketuhanan sebagaimana keyakinan mereka terhadap Ali. Berkeyakinan ruh-ruh saling bergantian masuk ke jasad-jasad. Mereka mengafirkan Abu Bakar dan Umar. Mengadakan ulang tahun hari kelahiran Isa. Tidak puasa di bulan Ramadhan. Ibadah shalat menurut mereka adalah sekedar rumus bagi Ali, dua anaknya dan Fatimah. Mereka menggambarkan tentang surga sebagai simbol kenikmatan dan neraka sebagai simbol siksa dan mereka menghalalkan minuman keras(khamr).

Syaikhul Islam pernah ditanya tentang mereka dan menjawab, Segala pujian milik Allah, mereka adalah kaum yang dinamakan dengan Nashiriyah. Mereka dan seluruh jenis Qaramithah, Bathiniyah lebih kafir daripada Yahudi dan Nashara. Bahkan lebih kafir daripada seluruh kaum musyrikin. Bahaya mereka mereka lebih besar daripada bahayanya orang-orang kafir yang menjajah kaum muslimin seperti Tartar, Perancis dan selain mereka. Karena mereka menampilkan kecintaaan kepada ahli bait di hadapan orang-orang muslim yang bodoh padahal mereka pada hakikatnya tidak beriman dengan Aallah dan rasul-Nya, kitab-Nya, perintah dan larangan-Nya, siksa dan pahala, sorga, neraka, salah satu dari para rasul sebelum Muahammad dan tidak beriman dengan millah dari millah sebelumnya.

Pada jaman sekarang golongan ini dapat ditemukan di Suriya sebelah kiri, di sebuah gunung yang tekenal dengan nama gunung Nashiriyah, di Iskandariyah, di Humsh dan Humah, di Halab beberapa orang di Pallestina, di kiri Nabilis dan di Libanon .

DARUZ

Syaikhul Islam berkata, Mereka adalah pengikut Hisytakin ad-Daruzi dia termasuk maula al-Hakim Bi Amrillah diutus ke penduduk lembah Taimullah bin Tsalabah.Lalu mengajak mereka untuk menyembah al-Hakim. Mereka menamakannya al-Bari alAlam (yang menciptakan alam), dan mereka bersumpah dengan namanya. Mereka termasuk Ismailyah yang mengatakan bahwa Muhammad bin Ismail menghapus Syariat Muahammad bin Abdillah. Orang-orang ini lebih kafir daripada al-Ghaliyah. Mereka tidak percaya akan terjadinya hari qiyamat, mengingkari kewajiban Islam dan mengingkari hal-hal yang haram?.logika mereka tersusun dari logikanya ahli filsafat dan Majusi. Pura-pura menampakkan kecintaan kepada ahli bait.

Beliau berkata , Mereka kafir. Barang siapa yang ragu terhadap kekafiran mereka maka ia kafir semisal mereka. Mereka tidak seperti ahli kitab maupun musyrik. Bahkan mereka kafir dan sesat. Tidak diperbolehkan menyantap makanan mereka dan wanita mereka ditawan. Diambil harta mereka. Mereka adalah orang-orang zindiq, murtad dan tidak diterima taubat mereka bahkan mereka boleh dibunuh di mana saja mereka berada. Tidak diperbolehkan menjadikan mereka sebagai penjaga dan wajib membunuh ulama dan tokoh mereka?.

Sekarang mereka tinggal di Suriya, Libanon dan Palistina. Jumlah mereka sekitar 150-200 ribu jiwa. Dari suku apa mereka belum bisa dipastikan. Sebagian penulis sejarah yakin bahwa Daruz termasuk sisa-sisa suku orang terdahulu.

B. IMAMIYAH ATAU RAFIDLAH

Mereka dinamkan Rafidlah karena mereka menolak(rafdl) kepemimpinan Abu Bakar dan Umar. Abdullah bin Ahmad berkataAku bertanya kepada ayahku tentang Rafdlah. Beliau menjawab, Orang-orang yang mencela Abu Bakar dan Umar.

Rafidlah terpecah menjadi banyak golongan. Para ulama menyebutkan, mereka ada lima belas golongan. Sebagian mereka menghitungnya sampai duapuluh empat golongan.

Mereka sepakat bahwa nabi memberikan mandat kepada Ali bin Abi Thalib dengan namanya. Mereka publikasikan keyakinan mereka dan memproklamasikan sebagian besar sahabat sesat karena tidak mengikuti Ali setelah wafatnya Nabi dan keimaman tidak ada kecuali dengan nash dan tauqif (Menerima dan tunduk). Komitmen mereka ini dianggap taqarrub.

Syaikh mereka al-Mufid berkata, Imamiyah sepakat berkeyakinan mayat wajib kembali ke dunia sebelum hari qiyamat walaupun di antara mereka masih berselisih tentang makna rajah(kembali). Mereka sepakat menjuluki Bada(berubahnya takdir Allah sesuai dengan kondisi) kepada sifat Allah yang diambil dari pendengaran tanpa qiyas. Mereka sepakat bahwa para tokoh sesat itu telah menyelisihi kebanyakan penulis al-Quran dan mereka menyimpangkan makna al-Quran dan hadits yang sesungguhnya. Telah sepakat Khawarij, Mutazila, Zaidyiah, Murjiah dan ahli hadits atas berbedanya seluruh Imamiyah yang saya hitung.

Celaan terhadap Rafdhah banyak terdapat kitab-kitab salaf dan disebutkan bahwa mereka sejelek-jelek golongan. Hal ini adalah dalam rangka untuk memperingatkan umat dari bahaya mereka. Syaikhull Islam berkata, Tidak ada golongan bidah yang menisbatkan diri kepada Islam yang lebih jelek dai mereka. Tidak ada yang lebih bodoh, dusta, dhalim, tidak ada yang lebih dekat kepada kekufuran dan kefasikan dan kemaksiatan dan paling jauh dari hakiakat keimanan daripada mereka. Maka golongan Rafidhah itu mungkin munafik dan mungkin bodoh. Seorang tidak menjadi Rafidhi, Jahmi kecuali munafik atau bodoh terhadap apa yang dibawa Nabi.

Syaikhul Islam menyebutkan, ada dua pendapat tentang kafirnya Khawarij dan Rafidlah. Kemudian beliau berkata, Dan yang benar bahwa ucapan-ucapan yang mereka katakan diketahui dengan jelas menyelisihi ajaran Nabi maka dihukumi kafir. Demikian juga perbuatan mereka yang sejenis dengan perbuatan orang-orang kafir yang masuk ke dalam tradisi kaum muslimin dihukumi kafir juga?? Akan tetapi mengafirkan seorang tertentu dari golongan mereka dan menvonisnya masuk neraka haruslah ditentukan dengan adanya syarat-syarat pengkafiran dan hilangnya penghalang-penghalangnya.

C. ZAIDIYAH

Mereka ialah pengikut Zaid bin Ali bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib. Mereka memberikan mandat keimamahan kepada anak-anak Fathimah dan tidak memberikannya kepada selainnya. Akan tetapi mereka membolehkan setiap pengikut golongan Fatimy yang alim, pemberani dan dermawan tampil menjadi imam yang wajib ditaati apakah ia dari anak-anak al-Hasan atau dari anak-anak al-Husain Kelompok Zaidiyah ini terbagi menjadi enam golongan sebagaimana yang disebutkan oleh Abul Hasan al-Asyari.

Golongan Zaidiyah ini sepakat menghukumi pelaku dosa-dosa besar semuanya kekal di neraka, membenarkan peperangan yang dilakukan Ali dan menyalahkan orang (sahabat) yang menyelisihinya. Bahwa Ali pada posisi yang benar ketika menghukukmi dua pasukan yang bertikai. Zaidiyah secara keseluruhan membolehkan brontak kepada penguasa muslim yang dhalim untuk menghilangkan kedhaliman mereka dan tidak shalat di belakang imam yang berbuat dosa.

Mereka lebih mengutamakan Ali daripada semua sahabat lainnya dan berkeyakinan tidak ada orang yang lebih afdhal setelah rasulullah daripada Ali.

III. QADARIYAH

Golongan Qadariyah ini mengingkari Allah mengetahui perbuatan-perbuatan sebelum terjadinya dan meyakini Ia belum menentukannya. Mereka mengatakan, Tidak ada takdir, bahwa semua kejadian itu baru. Yaitu kejadian itu baru, tidak didahuluhi oleh takdir dan tidak diketahui Allah sebelumnya. Allah hanya mengetahui setelah adanya kejadian itu. Mereka berkeyakinan Allah tidak menciptakan perbuatan-perbuatan hamba-Nya dan takdir-Nya tidak berkaitan dengannya.

Al-Lalikai meriwayatkan melalui alur sanadnya sendiri dari Syafii, katanya, Qadary adalah yang orang yang mengatakan Allah tidak menciptakan sesuatu sampai sesuatu iu ada. Beliau meriwayatkan juga bahwa Abu Tsaur ditanya tentang Qadariyah maka ia menjawab, Qadariyah adalah orang yang berkeyakinan, sesungguhnya Allah tidak menciptakan perbuatan-perbuatan hamba-hamba-Nya. Bahwa kemaksiatan-kemaksiatan bukanlah Ia yang menakdirkan dan menciptakannya. Maka merekalah Qadariyah?

Dinamakan Qadariyah karena mereka mengingkari takdir sebagaimana dikatakan oleh imam Nawawi dan konon mereka meyakini manusia berkuasa sepenuhnya atas usaha-usaha mereka. Peletak dasar pemahaman ini adalah Mabad al-Juhani. Ia lontarkan pemahamannya ini pada ahir jaman sahabat.

Muslim meriwayatkan dari Yahya bin Yamar katanya, Orang pertama yang berdalam-dalam membicarakan masalah takdir di Bashrah adalah Mabad al-Juhani.

Konon Mabad al-Juhani menyadap pemahamannya dari seorang Nashara bernama Susan. Selanjutnya dari Mabad, Ghailan penduduk Damaskus mengambil pemikirannya.

Al-Auzai mengatakan , Orang pertama yang membicarakan masalah takdir dengan berlebihan adalah penduduk Irak bernama Susan, seorang Nasrani yang masuk Islam kemudian masuk Kristen lagi. Mabad mempelajari pemahamannya, kemudian dipungutlah ilmu sesat itu dari tangan al-Mabad oleh Ghailan.

Bidah Qadariyah mempunyai dua konsepsi pokok yaitu,

Pertama : Mengingkari ilmu Allah.
Kedua : Hamba-hambalah yang menciptakan perbuatan-perbuatan mereka dengan sendirinya.(tanpa ada kaitannya dengan takdir Allah)

Akan tetapi madzhab ini dinyatakan para ulama telah hilang dan tidak berkembang lagi sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Hajar melalui penukilan dari al-Qurthubi. Al-Qurthubi mengatakan, Madzhab Qadariyah ini telah hilang dan Aku tidak mengetahui seorang pun di jaman sekarang yang menisbatkan dirinya kepada madzhab ini. Qadariyah sekarang bersepakat bahwa Allah mengetahui perbuatan-perbuatan hamba-hamba-Nya sebelum terjadinya. Tetapi perbedaan mereka dengan salaf adalah terletak pada konsepesi mereka yang menyatakan bahwa pebuatan-perbuatan hamba-hamba telah ditakdirkan untuk mereka dan dari hasil usaha mereka sendiri tidak ada kaitannya dengan kekuasaan Allah. Kebatilan madzhab yang terahir ini lebih ringan daripada madzhab pertama.

Al-Khallal meriwayatkan dari Abdullah bin Ahmad katanya, Ayahku ditanya tentang Qadari, apakah ia kafir? Beliau menjawab, Bila ia mendustakan ilmu Allah(maka ia kafir-penj).

Beliau meriwayatkan juga dari Abu Bakar al-Marwadzi katanya, Aku bertanya kepada Abdullah tentang Qadary maka ia tidak mengafrirkannya selama tidak mendustakan ilmu Allah.

Ibnu Taimiyah menjelaskan maksud perkatakaan-perkataan salaf yang mengafirkan Qadariy, Para ulama salaf mengkafirkan golongan Qadariyah yang menolak al-Kitab dan ilmu Allah dan mereka tidak menvonis kafrir seorang (Qadariy)yang menetapkan ilmu Allah dan seorang Qadariy yang mengingkari perbuatan-perbuatan hamba itu ciptaan Allah.

Ibnu Rajab mengatakan, Para ulama masih berselisih pendapat dalam menvonis kafir golongan Qadariyah. Imam Syafi, Imam Ahmad dan para imam yang lainnya menvonis kafir seorang Qadariy yang mengingkari ilmu Allah yang terdahulu.

Golongan Qadariyah telah hilang, akan tetapi Mutazilah membangun konsepsinya di atas konsepsi Qadariyah dan menyebarluaskannya. Dengan demikian kita dapat memprediksikan bahwa Mutazilah mewarisi ilmu dari Qadariyah. Oleh karena itu Mutazilah disebut juga Qadariyah.


IV. MURJIAH

Secara bahasa kata Murjiah diambil dari kata irja yang mengandung dua makna.

Pertama : Memberi tangguh sebagaimana tersebut dalam ayat, Pemuka-pemuka itu menjawab, Beri tangguhlah dia dan saudaranya.

Kedua : Memberikan harapan. Adapun secara istilah bermakna seperti yang disebutkan oleh Imam Ahmad. Beliau berkata, Mereka adalah orang yang berkeyakinan bahwa iman itu hanya ucapan semata dan semua manusia sama keimanannya. Keimanan manusia pada umumnya , malaikat dan para nabi adalah satu. Iman menurut mereka tidak bertambah dan berkurang, iman tidak dikecualikan. Barang siapa yang telah beriman dengan ucapannya tetapi tidak beramal shaleh maka ia seorang mukmin yang sebenarnya.

Terdapat kaitan antara makna Murjiah secara bahasa dan istilah sehingga golongan ini boleh dinamakan dengan Murjiah. Nama ini diambil dari kata irja. Karena mereka menagguhkan amal setelah adanya niat dan tujuan. Sebagaimana boleh juga dinamakan dari makna yang kedua yaitu mereka meyakini maksiat itu tidak membahayakan keimanan sebagaimana juga ketaatan tidak bermanfaat bagi naiknya keimanan. Mereka memberikan harapan(irja) pahala orang yang bermaksiat di sisi Allah.

Golongan Murjiah terbagi menjadi tiga jenis, sebagaimana yang disebutkan Syaikhul Islam ibnu Taimyiah :

Jenis pertama : Orang yang mengatakan iman hanya ada di hati. Di antara mereka ada yang memasukkan amal hati ke dalamnya. Merekalah kelompok Murjiah yang terbesar dan di antara mereka ada yang tidak memasukkan amal hati ke dalam iman.seperti Jahm bin Shafwan.

Jenis kedua : Orang yang mengatakan iman sekedar ucapan semata. Inilah pendapat golongan Karamiyah.

Jenis ketiga : Orang yang mengatakan iman itu hanya membenarkan dalam hati dan ucapan. Inilah pendapat para ahli fiqih Murjiah.

Syaikhul Islam mengatakan, Dan demikian pula Murjiah moderat, kebidahan mereka adalah kebidahan ahli fiqh yang tidak ada kekafiran padanya. Para ulama tidak berselisih dalam hal ini. Bila ada kawan-kawan kami yang memasukkan kebidahan mereka ke dalam lingkup kekafiran maka ini adalah suatu kesalahan. Mereka (Murjiah moderat) itu tidak memasukkan ama-amal dan perbuatan-perbuatan dalam lingkup keimanan. Berartu kewajiban ditinggalkan. Adapun Murjiah eksrtrim adalah orang-orang yang mengingkari siksa neraka dan berkeyakian bahwa nash-nash yang berisi ancaman yang menakutkan hakikatnya tidak ada. Ucapan ini berbahaya dan berarti kewajiban ditinggalkan. Di tempat lain beliau berkata tentang ahli Fiqh dari kalangan Murjiah, Kemudian Salaf sangat mengingkari dan menvonis bidah dan menyalahkan pendapat mereka. Aku tidak mengetahui seorang pun dari Salaf menvonis mereka kafir. Bahkan mereka sepakat golongan ini tidak dikafirkan. Salah seorang ulama telah membawakan dalil yang menguatkan bahwa Murjiah tidaklah kafir. Barang siapa menukil dari Imam Ahmad atau selainnya menvonois kafir mereka atau menggolongkan mereka ke dalam ahlul bidah yang masih diperselisihkan kekafirannya maka sungguh ia telah berkesimpulan dengan amat salah.


V. JAHMIYAH

Mereka adalah golongan pengikut Jahm bin Shafwan seorang penduduk Tirmidz, Khurasan. Ia adalah seorang pandai berdebat, sangat berdalam-dalam membicarakan sifat Allah, berkeyakinan Quran itu mahluk, Allah tidak mengajak bicara kepada Musa, Ia tidak dilhat dan Ia tidak berada di atas Arsy.

Para ulama menyebutkan, orang pertma kali yang mengahapal dan menuyusun konsepsi tersebut adalah Jad bin Dirham. Kemudian diseraplah kosepsi itu oleh Jahm bin Shafwan dan ia sebarluaskan yang selanjutnya nama golongan ini dinisbatkan kepadanya. Konon Jad bin Dirham menyerap ilmu itu dari Aban bin Saman murid dari Thalut bin Ukhti Labid bin Al-Asham. Thalut sendiri berguru pada Yahudi terlaknat pensihir rasulullah, Labid bin al-Asham.
Jahm bin Shafwan dianggap sebagai pemuka kejahatan bidah ini. Dia mengumpulkan tiga kebidahan yang buruk yaitu:

Pertama :Membuang sifat Allah. Ia berkeyakinan Allah tidak diperbolehan disifati dengan sifat-sifat karena dapat menimbulkan persepsi penyerupaan dengan mahluk.

Kedua : Ia berkeyakinan, manusia tidak dapat menguasai sesuatu dan tidak pula disifati dengan kemampuan. Manusia dipaksa dalam berbuat. Ia tidak berkuasa terhadap perbuatanya sendiri dan tidak mempunyai kehendak serta pilihan.

Ketiga : Keimanan adalah sekedar pengetahuan(marifat). Orang yang mendustakan iman dengan ucapannya tidak dapat divonis kafir karena ilmu dan pengetahuan(marifat) tidak bisa hilang dengan pedustaannya terhadap keimanan. Iman tidak dapat berkurang dan keimanan tidak bertingkat-tingkat.

Para salaf menganggap sangat berbahaya pendapat Jahm bin Shafawan ini dan mereka telah menvonis kafir. Telah disebutkan di muka bahwa Abdullah bin Al-Mubarak mengeluarkannya dari golongan orang-orang Islam.

Dari Salam bin Abi Muthi katanya, Golongan Jahmiyah itu kafir jangan kamu shalat di belakangnya.

Dari Sufyan as-Tsauri katanya, Barang siapa yang berkeyakinan bahwa firman Allah taala, Hai Musa sesungguhnya Aku adalah Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana, mahluk maka ia telah kafir, boleh dibunuh. Sufyan As-Tsauri mengatakan, Al-Quran kalamullah, barang siapa mengatakan ia mahluk maka sungguh kafir dan barang siapa ragu akan kekafirannya maka ia kafir(juga).
Imam Ahmad berkata, Barang siapa yang mengatakan Al-Quran mahluk maka ia menurut kami kafir karena al-Quran bersumber dari Allah dan di dalamnya terdapat nama Allah azza wa jalla.

Imam ad-Darimi menuliskan dalam kitabnya ar-Rad aal Jahmiyah (Membantah Jahmiyah) satu bab husus yang membahas kekafiran Jahmiyah. Beliau menerangkan, Bab Pengambilan dalil Untuk Mengafirkan Jahmiyah, kemudian beliau berkata di bawahnya, Di Baghdad, seorang laki-laki mendebatku dalam rangka membela golongan Jahmiyah. Ia bertanya, Ayat apa yang Anda jadikan dasar untuk mengafirkan Jahmiyah, padahal kita dilarang mengafirkan ahli kiblat(Orang yang masih shalat), apakah dengan kitab yang dapat berbicara Anda mengafirkan mereka? Atau dengan dengan hadits? Atau dengan ijma? Maka aku jawab, Jahmiyah menurut pendapat Kami bukanlah ahli kiblat, dan kami tidaklah mengafirkan mereka kecuali dengan kitab yang tertulis, atsar yang masyhur dan kekafiran mereka telah masyhur kemudian beliau merinci dalil-dalil yang mengafirkan mereka

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah meriwatyatkan, sebagian besar ulama mengafirkan Jahmiyah. Beliau berkata, Dan yang terkenal dari madzhab Imam Ahmad dan mayoritas ulama sunnah adalah mengafirkan Jahmiyah. Merekalah yang menolak sifat-sfat Allah dan ucapan mereka sangat jelas menentang apa yang dibawa rasululah.

Ibnul Qoyyim dalam syair Nuniyahnya mengatakan :

Sungguh limapuluh dari puluhan ulama telah mengafirkan mereka di berbagai negeri
Al-Imam Al-Likai meriwaytkan dari mereka bahkan sebelumnya sudah ada yang mendahuluinya, at-Tahabrani.

Sebagian orang menyangka bahwa Golongan Jahmiyah sekarang sudah hilang. Namun pada hakikatnya, yang tidak perlu diperdebatkan lagi, bahwa pemikiran-pemikiran Jahmiyah terus ada sampai hari ini walaupun muncul dengan baju baru dan di bawah logo yang baru. Paham ini terus digencarkan oleh tokoh-tokoh ilmu kalam atau failosof seperti Mutazilah dan Asyairah(Kelompok as-Ariyah).

Imam Jamaluddin al-Qasimi mengomentari tentang Jahmiyah dengan perkataannya, Diasangka oleh kebanyakan orang bahwa Jahmiyah telah hilang padahal Mutazilah cabang darinya. Jumlahnya milyaran, sebagaimana kamu ketahui, bahwa ahli kalam yang menisbatkan kepada Asyari menyerap pemahaman madzhab Jahmiyah. Sebagaimana hal ini telah diketahui oleh orang yang sangat mengerti tentang ilmu kalam dan kaidah-kaidah antara ucapan-ucapan mereka dengan ucapan-ucapan Salaf.

sumber
Baca selengkapnya

11 Juli, 2009

Update Ie 6 ke 7 dan 8 (iseng)

Bingung mau ngapain yach?
Kebetulan ada temen yang tanya tentang win xp eee akhirnya dapat ilham untuk mencoba update win saya ke mikocok he,,he,,, mula-mula security yang kemarin pernah diingatkan saya asisten Av saya,,,(sok yes banget,,,) ngomong gampangnya sih kena conficer dari flasdisk teman, dan si "Eses" untuk update security emang dasar males, setelah virus bersih gak diupdate juga,, yang penting bisa kepakai kalo saya,,, mau ngapain juga,, kalo kena virus gak bisa diperbaiki ya format ulang pikir saya,,

hari ini benar2 suntuk gak ada kerjaan males banget, akhirnya daripada tidur mending mainin Os ini diapain kek, teryata pas sudfing2 tentang ie update kenapa gak coba aja? padahal gak pernah saya memakai ie unutk berselancar, wis kadung tresno karo si rubah merah alias firefox, tapi coba mengapa tidak?, sercing sana cara sini finaly masuk "rumah resminya mikocok" dan coba download dan install

eng - ing - eng dan alhamdulillah berhasil dan ini hasilnya





Baca selengkapnya

10 Juli, 2009

Benturan Terhadap Keluarga

Benturan Terhadap Keluarga


Setidaknya sedikit banyak saya pribadi pernah mengalami hal ini, banyak pelajaran yang dapat saya petik dari nasehat dibawah ini, dan saya jadi tau kenapa dakwah saya terhadap orang-orang yang saya cintai disekitar saya boleh dibilang kurang berhasil, selain kurangnya ilmu saya dan juga aklak berbeda pendapat dalam menyampaiakan dan beberapa point yang kurang, semoga saya bisa lebih mendalami kajian ini dengan baik. dan menempatkan pada ujung pemahaman sebelum saya menjawab setiap perbedaan diantara kami, sesungguhnya saya menasehati mereka tentang kebenaran agama ini bukan ingin dianggap lebih pintar atau semacamnya, lebih karena besarnya rasa cinta saya kepada mereka yang tidak rela mereka terbakar dibara neraka karena dosa yang mereka tanpa sadari atau mereka sepelekan,

Saya berharap kepada Allah semoga memberikan saya jalan yang terbaik dan menuntun lidah dan jasmani saya sebagai buah dari ilmu saya, seperti yang disampaiakan penulis dalam untaian nasehatnya, dan semoga saya ditetap diberi kesabaran dalam hal ini, dan membukakan keluarga dan orang2 yang aku cintai, semoga menerima agama ini dan kebenaran itu dari mana saja, dan semoga allah menghapuskan fanatik dalam hati kami, semoga kami termasuk orang-orang yang beruntung dalam mendapati hidayah sebelumpenyesalan telah sampai ditenggorakan dan tak sempat terucap kata-katanya, semua berpulang ke pada-Mu Ya Allah, engkaulah yang berkuasa tas berbolak-baliknya hati kami,

Nurwidiyanto,
semoga bermanfaat


Penulis: Ummu Rumman

Muroja’ah: Ustadz Abu Salman

Duhai, betapa indahnya jika kita bisa membahagiakan orang tua kita. Orang tua yang telah membesarkan kita dengan penuh kasih sayang. Orang tua yang telah mendidik dan merawat kita sedari kecil. Orang tua yang telah mengerahkan segala yang mereka punya demi kebahagiaan kita, anak-anaknya. Terima kasihku yang tak terhingga untukmu wahai Ayah Ibu.


Allah berfirman, yang artinya, “Dan Rabbmu telah memerintahkan kepada manusia janganlah ia beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya.” (Qs. Al Israa’ 23)

Alangkah bahagianya seorang anak yang bisa menjalankan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, dengan mendapatkan dukungan dari orangtuanya.

Akan tetapi, bagaimana jika orang tua melarang kita melakukan kebaikan berupa ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya? Keistiqomahan kita, bahkan bagaikan api yang menyulut kemarahan mereka.

Di antara mereka bahkan ada yang menyuruh pada perbuatan yang dilarang Allah? Bagaimanakah seharusnya sikap kita?

Jika teringat kewajiban kita untuk berbakti pada mereka, terlebih teringat besarnya jasa mereka, berat hati ini untuk mengecewakan mereka. Sungguh hati ini tak tega bila sampai ada perbuatan kita yang menjadikan mereka bermuram durja.


Kaidah Birrul Walidain

Saudariku, durhaka atau tidaknya seorang anak tetaplah harus dipandang dari kacamata syariat. Tak semua anak yang melanggar perintah orang tua dikatakan anak durhaka. Karena ketaatan pada orang tua tidak bersifat mutlak. Tidak sebagaimana ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya yang sifatnya mutlak.

Ada beberapa hal yang sering dianggap sebagai kedurhakaan pada orang tua, padahal sebenarnya bukan. Antara lain:

  1. Anak menolak perintah orangtua yang melanggar syariat Islam

Pada asalnya, seorang anak wajib taat pada orangtuanya. Akan tetapi jika yang diperintahkan orang tua melanggar syariat, maka anak tidak boleh mentaatinya. Yaitu jika orang tua memerintahkan anak melakukan kesyirikan, bid’ah dan maksiat. Contoh konkritnya: orang tua memerintahkan anak memakai jimat, orang tua menyuruh ngalap berkah pada kyai A, orang tua menyuruh anak berjabat tangan dengan lelaki bukan mahrom, dll. Maka, saat sang anak menolak hal tersebut tidaklah dikatakan durhaka. Bahkan ini termasuk bakti kepada orang tua karena mencegah mereka dari perbuatan haram.

Allah berfirman yang artinya, “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (Qs. Luqman: 15)

Namun, seorang anak hendaknya tetap menggunakan adab dan perkataan yang baik. Dan terus mempergauli dan mendakwahi mereka dengan baik pula.

  1. Anak tidak patuh atas larangan orangtua menjalankan syariat Islam

Tidak disebut durhaka anak yang tidak patuh saat orangtuanya melarang sang anak menjalankan syariat Islam, padahal di saat itu orang tua sedang tak membutuhkannya (misal karena orang tua sedang sakit atau saat keadaan darurat). Contoh konkritnya: melarang anaknya shalat jama’ah, memakai jilbab, berjenggot, menuntut ilmu syar’i, dll.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah wajib mentaati makhluk yang memerintah agar maksiat kepada Allah.” (HR. Ahmad). Dan di dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan pula bahwasanya ketaatan hanya dilakukan dalam perkara yang baik. Maka janganlah engkau melakukan perkara yang haram dengan alasan ingin berbakti pada orang tuamu. Tidak wajib bagimu taat pada mereka dalam bermaksiat pada Allah.

  1. Orang tua yang marah atas keistiqomahan dan nasihat anaknya

Seorang anak wajib menasihati orang tuanya saat mereka melanggar syariat Islam. Apabila orang tua sakit hati dan marah, padahal sang anak telah menggunakan adab yang baik dan perkataan yang lembut, maka hal ini tidak termasuk durhaka pada orang tua.

Saat gundah menyapamu, …

Bagaimana ini, aku telah membuat orang tuaku marah? Padahal bukankah keridhaan Allah bergantung pada keridhaan kedua orang tua. Kemurkaan Allah, bergantung pada kemurkaan kedua orang tua (HR. Tirmidzi)?

Saudariku, marahnya orang tua atas keistiqomahan dan nasihat anak, tidaklah termasuk dalam hadits di atas. Hadits di atas tidak berlaku secara mutlak, kita tetap harus melihat kaidah birrul walidain.

Ingatlah saat Nabi Ibrahim menasihati ayahnya, “Wahai ayahku, janganlah kamu menyembah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu durhaka kepada Allah Yang Maha Pemurah.” (Qs. Maryam: 44). Orang tua yang menolak kebenaran Islam kemudian mendapat nasihat dari anaknya, kemungkinan besar akan marah. Tapi sang anak tetap tidak dikatakan durhaka.

Saudariku, bila orangtuamu marah atas keistiqomahanmu, maka ingatkan dirimu dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapa yang membuat Allah murka karena ingin memperoleh ridha manusia, maka Allah akan murka padanya dan Allah menjadikan orang yang ingin ia peroleh ridhanya dengan membuat Allah murka itu akan murka padanya. Dan siapa yang membuat Allah ridha sekalipun manusia murka padanya, maka Allah akan ridha padanya dan Allah menjadikan orang yang memurkainya dalam meraih ridha Allah itu akan ridha pula padanya, sampai-sampai Allah akan menghiasi si hamba dan menghiasi ucapan dan amalannya di mata orang yang semula murka tersebut.” (HR. Ath Thabrani)

Subhanallah. Perhatikanlah hadits di atas! Ketika engkau menaati orang tuamu dalam bermaksiat pada Allah, agar orang tuamu ridha. Sedangkan sebenarnya Allah Murka padamu. Maka, bisa jadi Allah justru akan membuat orang tuamu tetap murka pula kepadamu. Meski engkau telah menuruti keinginan mereka.

Dan sadarkah engkau, saat engkau menuruti mereka dalam perbuatan maksiat pada Allah, maka sejatinya perintah mereka akan terus berlanjut. Tidakkah engkau khawatir Allah akan murka pada orangtuamu disebabkan mereka terus memerintahkanmu bermaksiat kepada-Nya.

Saudariku, bukankah hati kedua orang tuamu berada di genggaman Allah. Maka, yang terpenting bagimu adalah berusahalah meraih ridha Allah dengan keshalihan dan keistiqomahanmu. Semoga dengan demikian Allah Ridha padamu. Semoga Allah menghiasi ucapan dan amalan kita sehingga orang tua kita pun -bi idznillah- akhirnya ridha kepada kita.

Akhlaq Mulia, Penarik Hati yang Banyak Dilalaikan

Ustadz Abdullah Zaen, Lc dalam bukunya 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah berkata, “Kerenggangan antara orangtua dan anak itu seringkali terjadi akibat ‘benturan-benturan’ yang terjadi dampak dari orang tua yang masih awam memaksa si anak untuk menjalani beberapa ritual yang berbau syirik, sedangkan si anak berpegang teguh dengan kebenaran yang telah ia yakini. Akhirnya yang terjadi adalah kerenggangan di antara penghuni rumah tersebut. Hal itu semakin diperparah ketika si anak kurang bisa mencairkan suasana dengan mengimbangi kesenjangan tersebut dengan melakukan hal-hal yang bisa membahagiakan orangtuanya. Padahal betapa banyak hati orang tua -bi idznillah- yang luluh untuk menerima kebenaran yang dibawa si anak bukan karena pintarnya anak beragumentasi, namun karena terkesannya sang orang tua dengan akhlak dan budi pekerti anaknya yang semakin mulia setelah dia ngaji!! Penjelasan ini sama sekali tidak mengecilkan urgensi argumentasi yang kuat, namun alangkah indahnya jika seorang muslim apalagi seorang salafi bisa memadukan antara argumentasi yang kuat dengan akhlak yang mulia!.”

Maka, akhlaq yang mulia adalah jalan terdekat menuju luluhnya hati orangtua. Anak adalah mutiara hati orang tua. Saat mutiara itu bersinar, hati orang tua mana yang tidak menjadi terang.

Percaya atau tidak. Kedekatanmu kepada mereka, perhatianmu, kelembutanmu, bahkan hanya sekedar wajah cerah dan senyummu di hadapan mereka adalah bagaikan sinar mentari yang menghangatkan hati mereka.

Sayangnya, banyak dari kita yang justru melalaikan hal ini. Kita terlalu sibuk dengan tuntutan kita karena selama ini orangtua-lah yang banyak menuruti keinginan kita. Seakan-akan hanya orangtua-lah yang wajib berlaku baik pada kita, sedang kita tidak wajib berbuat baik pada mereka. Padahal, kitalah sebagai anak yang seharusnya lebih banyak mempergauli mereka dengan baik.

Kita pun terlalu sibuk dengan dunia kita. Juga sibuk dengan teman-teman kita. Padahal orang tua hanya butuh sedikit perhatian kita. Kenapakah kita begitu pelit mengirimkan satu sms saja untuk menanyakan kabar mereka tiap hari? Sedangkan berpuluh-puluh SMS kita kirimkan untuk sekadar bercanda ria dengan teman kita.

Kemudian, beratkah bagi kita untuk menyenangkan mereka dengan hadiah? Janganlah engkau remehkan meski sekedar membawa pulang oleh-oleh seplastik singkong goreng kesukaan ayah atau sebungkus siomay favorit ibu. Harganya memang tak seberapa, tapi hadiah-hadiah kecil yang menunjukkan bahwa kita tahu apa kesukaan mereka, apa yang mereka tak suka, dan apa yang mereka butuhkan, jauh lebih berharga karena lebih menunjukkan besarnya perhatian kita.

Dakwahku, Bukti Cintaku Kepada Ayah Ibu…

Hakikat kecintaan kita terhadap seseorang adalah menginginkan kebaikan bagi dirinya, sebagaimana kita menginginkan kebaikan bagi diri kita sendiri. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak akan sempurna keimanan salah seorang di antara kalian, sehingga dia mencintai bagi saudaranya sebagaimana dia mencintai bagi dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim). Maka, wujud kecintaan kita kepada orangtua kita adalah mengusahakan kebaikan bagi mereka.

Tahukah engkau kebaikan apa yang dimaksud?

Seorang ayah telah berbuat baik kepada anaknya dengan pendidikan dan nafkah yang diberikan. Sedangkan ibunya telah merawat dan melayani kebutuhan anak-anaknya. Maka sudah semestinya anaknya membalas kebaikan tersebut. Dan sebaik-baik kebaikan adalah mengajak mereka kepada kebahagiaan dan menyelamatkan mereka dari api neraka. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan batu.” (Qs. At Tahrim 6)

Saudariku, jika engkau benar-benar mencintai orangtuamu, maka jadikanlah dakwahmu sebagai bakti terindahmu kepada mereka. Ingatlah lagi mengenai dakwah Nabi Ibrahim kepada orangtuanya. Bakti pada orang tua sama sekali tidak menghalangi kita untuk berdakwah pada mereka. Justru karena rasa cintalah, yang membuat kita menasihati mereka. Jika bukan kita, maka siapakah lagi yang akan mendakwahi mereka?

Apakah harus dengan mengajak mereka mengikuti kajian? Jika bisa, alhamdulillah. Jika tidak, maka sesungguhnya ada banyak cara yang bisa engkau tempuh agar mereka bisa mengetahui ilmu syar’i dan mengamalkannya.

Jadilah engkau seorang yang telaten dan tidak mudah menyerah dalam berdakwah kepada orang tuamu.
Ingatlah ketika engkau kecil. Ketika engkau hanya bisa tidur dan menangis. Orangtuamulah yang mengajarimu, mengurusmu, memberimu makan, membersihkanmu dan memenuhi kebutuhanmu. Ketika engkau mulai merangkak, kemudian berdiri, dengan sabar orangtuamu memegang tanganmu dan melatihmu. Dan betapa senangnya hati orangtuamu melihat langkah kaki pertamamu. Bertambah kesenangan mereka ketika engkau berjalan meski dengan tertatih-tatih. Saat engkau telah bisa berlari-lari, pandangan orangtuamu pun tak lepas darimu. Menjagamu dari melangkah ke tempat yang berbahaya bagimu.

Ketika engkau mulai merasa letih berdakwah, ingatlah bahwasanya orangtuamu telah membesarkanmu, merawatmu, mendidikmu bertahun-tahun tanpa kenal lelah.

Ya. Bertahun-tahun mereka mendidikmu, bersabar atas kenakalanmu… Maka mengapakah engkau begitu mudahnya menyerah dalam berdakwah kepada mereka? Bukankah kewajiban kita hanyalah menyampaikan, sedangkan Allah-lah Yang Maha Pemberi Hidayah. Maka teruslah berdakwah hingga datang waktunya Allah Membuka hati kedua orangtua kita.

Landasi Semuanya Dengan Ilmu

Seorang anak dengan sedikit ilmu, maka bisa jadi ia akan bersikap lemah dan mudah futur (putus asa) saat menghadapi rintangan dari orangtuanya yang sudah banyak makan garam kehidupan. Bahkan, ia tidak bisa berdakwah pada orang tuanya. Sedangkan seorang anak yang ilmunya belum matang, bisa jadi ia bersikap terlalu keras. Sehingga orangtuanya justru makin antipati dengan dakwah anaknya.

Maka, bekalilah dirimu dengan ilmu berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah berdasarkan pemahaman yang benar, yaitu pemahaman salafush shalih. Karena dengan ilmulah seorang mampu bersikap bijak, yaitu mampu meletakkan segala sesuatu pada tempatnya.

Dengan ilmulah kita mengetahui hukum dari permasalahan yang kita hadapi dan bagaimana solusinya menurut syariat. Dengan ilmulah kita mengetahui, pada perkara apa saja kita harus menaati orang tua. Pada perkara apa sebaiknya kita bersikap lembut. Dan pada perkara apakah kita harus teguh layaknya batu karang yang tetap berdiri tegak meski berkali-kali dihempas ombak. Dan yang tidak kalah pentingnya kita bisa berdakwah sesuai dengan yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya.

Maka tidak benar jika saat terjadi benturan sang anak justru berputus asa dan tidak lagi menuntut ilmu syar’i. Padahal dia justru sangat butuh pada ilmu tersebut agar dapat menyelesaikan permasalahannya. Saat terjadi konflik dengan orang tua sehingga engkau kesulitan mendatangi majelis ilmu, usahakanlah tetap menuntut ilmu meski hanya sekedar membaca buku, mendengar rekaman kajian atau bertanya kepada ustadz. Dan segeralah kembali ke majelis ta’lim begitu ada kesempatan. Jangan lupa! Niatkanlah ilmu yang kau cari itu untuk menghilangkan kebodohan pada dirimu dan orang lain, terutama orangtuamu. Karena merekalah kerabat yang paling berhak atas dakwah kita.

Karena itu, wahai saudariku…
Istiqomahlah!
Dan bingkailah keteguhanmu dengan ilmu dan amal shalih
Hiasilah dirimu di depan orangtuamu dengan akhlaq yang mulia
Tegar dan sabarlah!
Tegarlah dalam menghadapi rintangan yang datang dari orangtuamu.
Dan sabarlah dalam berdakwah kepada orang tuamu
Tetap istiqomah dan berdakwah. Sambil terus mendoakan ayah dan ibu
Hingga saat datangnya pertolongan Allah…
Yaitu saat hati mereka disinari petunjuk dari Allah
insyaa Allah

Teriring cinta untuk ibu dan bapak…
Semoga Allah Mengumpulkan kita di surga Firdaus-Nya. Amiin.

Maraaji’:

  1. Durhaka kepada orang Tua oleh ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, majalah Al Furqon edisi 2 Tahun IV
  2. 14 Contoh Praktek Hikmah Dalam Berdakwah, Ustadz Abdullah Zaen, Lc.
  3. Kajian Bahjah Qulub Al Abror oleh ustadz Abu Ukkasyah Aris Munandar, tanggal 4 November 2007

***

Artikel www.muslimah.or.id


Baca selengkapnya

09 Juli, 2009

Koleksi Kajian Audio Salaf

Koleksi Kajian Audio Salaf





F:\SALAF FILE\audio salaf\



1 DIR Abdul Aziz
2 DIR Abdul Barr
3 DIR Abdul Hakim Amir Abdat
4 DIR Abdul Haq
5 DIR Abdul Mu'thi Al Maidani
6 DIR Abdullah Al Bughury
7 DIR Abdullah Shaleh Hadrami
8 DIR Abdullah Taslim
9 DIR Abdullah Zaen
10 DIR Abdurahman
11 DIR Abdurrahman Attamimi
12 DIR Abdurrahman Thayyib
13 DIR Abdurrauf
14 DIR Abdussalam
15 DIR Abu Abdil Muhsin Firanda Andirja
16 DIR ABU ABDILLAH SOFYAN CHALID BIN IDHAM RURAY AS-SALAFY
17 DIR Abu Abdurrahman Abdul Aziz as-Salafy
18 DIR Abu ali
19 DIR Abu Askari
20 DIR Abu Fairus
21 DIR Abu Haidar
22 DIR Abu Hamzah yusuf
23 DIR Abu Ihsan Al-Atsary
24 DIR Abu Ihsan Al-Medany
25 DIR Abu Isa
26 DIR Abu Karimah 'Askariy
27 DIR Abu Qatadah
28 DIR Abu Saad
29 DIR Abu Said Hamzah
30 DIR Abu Umar Basyier
31 DIR Abu Zubeir al-Hawaary
32 DIR Abul faruq Ayip syafrudin
33 DIR Abul Hasan As-sidawy
34 DIR Adil Harahap
35 DIR ADZAN
36 DIR Afifi Abdul Wadud
37 DIR Afifudin As sidawy
38 DIR Agus Hasan Bashori
39 DIR Ahmad Rafi'i
40 DIR Ahmad Sabiq
41 DIR Ahmad Thonarih Al Atsary
42 DIR Ahmad Thonarih Al-atsary
43 DIR Al Ustadz Al Fadhil Al Walid Ahmas Faiz Asifuddin
44 DIR ali Musri
45 DIR Ali Nur
46 DIR Ali Saman
47 DIR ALQURAN DAN PENGETAHUAN
48 DIR Amr bin Syuraif
49 DIR Anas Burhanuddin
50 DIR Arie Wibowo
51 DIR Arif Syarifuddin
52 DIR Arifin Badri
53 DIR Arifin Ridin
54 DIR Aris Munandar
55 DIR Arman Bin Amri
56 DIR Armen Halim Naro
57 DIR Aslam Muhsin
58 DIR Asmuji Muhayyat
59 DIR Aunur Rafiq Ghufran
60 DIR Badrusalam
61 DIR BahjahQulubilAbrar
62 DIR Cholid Abri
63 DIR DAUROH SYAIK TIMUR TENGAH
64 DIR Departemen Dakwah Saudi Arabia
65 DIR Doa
66 DIR Dzulkarnaen
67 DIR Farid Okbah
68 DIR Fariq Gasim Anuz
69 DIR Fauzan Abdullah
70 DIR fiqh Muadzin
71 DIR Firanda, LC
72 DIR Firdaus Sanusi
73 DIR Hamzah Abas
74 DIR Hartono A jaiz_Pemurtadan di IAIn
75 DIR Ibrahim Said
76 DIR Jauhar LC
77 DIR Jazuli LC
78 DIR Kholid Syamhudi
79 DIR KRISTologi
80 DIR LIVE MADINAH
81 DIR Lukman Ba'aduh
82 DIR Mahfudz Umri
83 DIR Mahsun Al-Mundiri
84 DIR Markaz Albani
85 DIR Maududi Abdullah
86 DIR Moh Iqbal Ghozali
87 DIR Moh Suaib Al-Faiz
88 DIR Moh Yusuf Harun
89 DIR Mubarak Bamualim
90 DIR Muhammad Afifuddin
91 DIR Muhammad Iqbal Ghozali
92 DIR Muhammad Na'im
93 DIR Muhammad Nur Ihsan (hafidzahullah)
94 DIR Muhammad Ridwan
95 DIR Muhammad Suaib Al-Faiz
96 DIR Muhammad Thoharo
97 DIR Muhammad Umar as-Sewed
98 DIR Muhammad Wujud
99 DIR Muhammad Zaki
100 DIR murotal
101 DIR PROF. DR. Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily
102 DIR Qurtifa Wijaya
103 DIR Romlan
104 DIR SEPUTAR WANITA
105 DIR Subhkan Khadafi
106 DIR Suroso Abdussalam
107 DIR Syaikh 'Ali Hasan Al-halaby
108 DIR Syaikh Bin Baz
109 DIR Syaikh Zaid bin Hadi Al Madkholi
110 DIR Syeikh Ibrahim Ar Ruhaily
111 DIR Syeikh Masyhur Hasan Salman
112 DIR Tata Abdul Ghoni
113 DIR TATA abdul Goni
114 DIR Usmaah Faisol Mahri
115 DIR Yazid Jawas
116 DIR Yusuf Utsman Baisa
117 DIR Zainal Abidin Syamsudin
118 1000006 doa-rasulullah-kecil
119 268288 Intro versi_1 audiosalaf
120 3736587 mencintai-rasulullah
121 15468921 Mizan - Hari Kiamat 1
124 3472164 Video - Sifat Gerakan Telunjuk Ketika Tasyahhud


Baca selengkapnya
Diberdayakan oleh Blogger.