30 April, 2010

26 April, 2010

Tanya: Apa hukum talqin?

Tanya: Apa hukum talqin?

Bebera hal sebagai catatan pribadi saya, dikarenakan kepahaman akan kemampuan otak saya dalam menghafal dan menghafal semakin hari semakin melemah, perlu kiranya setiap ilmu yang saya dapati dicatat dalam sebuah media, semoga bisa bermnafaat bagi saya pribadi kususnya dan bagi para pencari ilmu yang lain,

Jawab: Talqin itu ada dua macam: yaitu Talqin sunnah dan Talqin bid’ah

[Pertama] Talqin Sunnah

( 501 ) – وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ ، وَأَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَا : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : { لَقِّنُوا مَوْتَاكُمْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ } رَوَاهُ مُسْلِمٌ وَالْأَرْبَعَةُ

Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Ajarilah orang-orang yang hendak meninggal dunia di antara kalian ucapan laa ilah illallah” (Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram no 501 mengatakan, “Hadits tersebut diriwayatkan oleh Muslim dan kitab hadits yang empat [Nasai, Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah, pent]”).

Ibnu Utsaimin pernah ditanya,

“Apa yang perlu dilakukan oleh orang yang duduk di dekat orang yang hendak meninggal dunia? Apakah membaca surat Yasin di dekat orang yang hendak meninggal dunia adalah amal yang berdasar hadits yang shahih atau tidak?”.

Jawaban beliau,

“Membesuk orang yang sakit adalah salah satu hak sesama muslim, satu dengan yang lainnya. Orang yang menjenguk orang yang sakit hendaknya mengingatkan si sakit untuk bertaubat dan menulis wasiat serta memenuhi waktunya dengan berdzikir karena orang yang sedang sakit membutuhkan untuk diingatkan dengan hal-hal ini.
Jika si sakit dalam keadaan sekarat dan orang-orang di sekelilingnya merasa yakin bahwa si sakit hendak meninggal dunia maka sepatutnya orang tersebut ditalqin laa ilaha illallah sebagaimana perintah Nabi.

Orang yang berada di dekat orang yang sedang sakaratul maut hendaknya menyebut nama Allah (baca: laa ilaha illallah) di dekatnya dengan suara yang bisa didengar oleh orang yang sedang sekarat sehingga dia menjadi ingat. Para ulama mengatakan dia sepatutnya menggunakan kalimat perintah untuk keperluan tersebut karena boleh jadi dikarenakan sedang susah dan sempit dada orang yang sekarat tadi malah tidak mau mengucapkan laa ilaha illallah sehingga yang terjadi malah suul khatimah. Jadi orang yang sedang sekarat tersebut diingatkan dengan perbuatan dengan adanya orang yang membaca laa ilaha illallah di dekatnya.

Sampai-sampai para ulama mengatakan bahwa jika setelah diingatkan untuk mengucapkan laa ilaha illallah orang tersebut mengucapkannya maka hendaknya orang yang mentalqin itu diam dan tidak mengajaknya berbicara supaya kalimat terakhir yang dia ucapkan adalah laa ilaha illallah. Jika orang yang sedang sekarat tersebut mengucapkan sesuatu maka talqin hendaknya diulangi sehingga kalimat terakhir yang dia ucapkan adalah laa ilaha illallah.

Sedangkan membaca surat Yasin di dekat orang yang hendak meninggal dunia adalah amalan yang dianjurkan oleh banyak ulama mengingat sabda Nabi, “Bacakanlah surat Yasin untuk orang-orang yang hendak meninggal dunia di antara kalian”.
Akan tetapi derajat hadits ini diperbincangkan oleh sebagian ulama. Jadi kesimpulannya, menurut ulama yang menshahihkan hadits tersebut maka membaca surat Yasin di dekat orang yang meninggal dunia adalah amalan yang dianjurkan. Sedangkan menurut ulama yang menilainya sebagai hadits yang lemah maka perbuatan tersebut tidaklah dianjurkan” (Kutub wa Rasail Ibnu Utsaimin 215/40, Asy Syamilah).

[Kedua] Talqin Bid’ah

وَعَنْ ضَمْرَةَ بْنِ حَبِيبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – أَحَدِ التَّابِعِينَ – قَالَ : كَانُوا يَسْتَحِبُّونَ إذَا سُوِّيَ عَلَى الْمَيِّتِ قَبْرُهُ ، وَانْصَرَفَ النَّاسُ عَنْهُ .أَنْ يُقَالَ عِنْدَ قَبْرِهِ : يَا فُلَانُ ، قُلْ : لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ ، ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ، يَا فُلَانُ : قُلْ رَبِّي اللَّهُ ، وَدِينِي الْإِسْلَامُ ، وَنَبِيِّي مُحَمَّدٌ ، رَوَاهُ سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ مَوْقُوفًا – وَلِلطَّبَرَانِيِّ نَحْوُهُ مِنْ حَدِيثِ أَبِي أُمَامَةَ مَرْفُوعًا مُطَوَّلًا .

Dari Dhamrah bin Habib, seorang tabiin, “Mereka (yaitu para shahabat yang beliau jumpai) menganjurkan jika kubur seorang mayit sudah diratakan dan para pengantar jenazah sudah bubar supaya dikatakan di dekat kuburnya, ‘Wahai fulan katakanlah laa ilaha illallah 3x. Wahai fulan, katakanlah ‘Tuhanku adalah Allah. Agamaku adalah Islam dan Nabiku adalah Muhammad” [Dalam Bulughul Maram no hadits 546, Ibnu Hajar mengatakan, “Diriwayatkan oleh Said bin Manshur secara mauquf (dinisbatkan kepada shahabat). Thabrani meriwayatkan hadits di atas dari Abu Umamah dengan redaksi yang panjang dan semisal riwayat Said bin Manshur namun secara marfu’ (dinisbatkan kepada Nabi)].

Muhammad Amir ash Shan’ani mengatakan, “Setelah membawakan redaksi hadits di atas al Haitsami berkata, ‘Hadits tersebut diriwayatkan oleh ath Thabrani dalam al Mu’jam al Kabir dan dalam sanadnya terdapat sejumlah perawi yang tidak kukenal’. Dalam catatan kaki Majma’uz Zawaid disebutkan bahwa dalam sanad hadits tersebut terdapat seorang perawi yang bernama ‘Ashim bin Abdullah dan dia adalah seorang perawi yang lemah…. Al Atsram mengatakan, ‘Aku bertanya kepada Ahmad bin Hanbal tentang apa yang dilakukan oleh banyak orang ketika jenazah telah dimakamkan ada seorang yang berdiri dan berkata, ‘Wahai fulan bin fulanah’. Ahmad bin Hanbal berkata, “Aku tidak mengetahui ada seorang pun yang melakukannya melainkan para penduduk daerah Syam ketika Abul Mughirah meninggal dunia. Tentang masalah tersebut diriwayatkan dari Abu Bakr bin Abi Maryam dari guru-guru mereka bahwa mereka, para guru, melakukannya”. Menganjurkan talqin semacam ini adalah pendapat para ulama bermazhab Syafii.

Dalam Al Manar Al Munif, Ibnul Qoyyim mengatakan,

“Sesungguhnya hadits tentang talqin ini adalah hadits yang tidak diragukan oleh para ulama hadits sebagai hadits palsu. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Said bin Manshur dalam sunannya dari Hamzah bin Habib dari para gurunya yang berasal dari daerah Himsh (di Suriah, Syam, pent). Jadi perbuatan ini hanya dilakukan oleh orang-orang Himsh….

Dalam Zaadul Ma’ad, Ibnul Qoyyim juga berkata tegas sebagaimana perkataan beliau di Al Manar Al Munif. Sedangkan di kitab Ar Ruuh, Ibnul Qoyyim menjadikan hadits talqin di atas sebagai salah satu dalil bahwa mayit itu mendengar perkataan orang yang hidup di dekatnya. Terus-menerusnya talqin semacam ini dilakukan dari masa ke masa tanpa ada orang yang mengingkarinya, menurut Ibnul Qoyyim, sudah cukup untuk dijadikan dalil untuk mengamalkannya. Akan tetapi di kitab Ar Ruuh, beliau sendiri tidak menilai hadits talqin di atas sebagai hadits yang shahih bahkan beliau dengan tegas mengatakan bahwa hadits tersebut adalah hadits yang lemah.

Yang bisa kita simpulkan dari perkataan para ulama peneliti sesungguhnya hadits tentang talqin di atas adalah hadits yang lemah sehingga mengamalkan isi kandungannya adalah bid’ah (amalan yang tidak ada tuntunannya). Tidak perlu tertipu dengan banyaknya orang yang mempraktekkannya” (Subulus Salam 3/157, Asy Syamilah).

Syeikh Ibnu Utsaimin ditanya tentang kapankah waktu talqin.

Jawaban beliau,

“Talqin itu dilakukan ketika hendak meninggal dunia yaitu pada saat proses pencabutan nyawa. Orang yang hendak meninggal ditalqin laa ilaha illallah sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi ketika pamannya, Abu Thalib hendak meninggal dunia. Nabi mendatangi pamanya lantas berkata, ‘Wahai pamanku, ucapkanlah laa ilaha illallah, sebuah kalimat kalimat yang bisa kugunakan untuk membelamu di hadapan Allah’. Akan tetapi paman beliau tidak mau mengucapkannya sehingga mati dalam keadaan musyrik.
Sedangkan talqin setelah pemakaman maka itu adalah amal yang bid’ah karena tidak ada hadits yang shahih dari Nabi tentang hal tersebut. Yang sepatutnya dilakukan adalah kandungan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud. Nabi jika telah selesai memakamkan jenazah berdiri di dekatnya lalu berkata, ‘Mohonkanlah ampunan untuk saudaramu dan mintakanlah agar dia diberi keteguhan dalam memberikan jawaban. Sesungguhnya sekarang dia sedang ditanya’.
Adapun membaca Al Qur’an, demikian pula talqin di dekat kubur maka keduanya adalah amal yang bid’ah karena tidak ada dalil yang mendasarinya” (Kutub wa Rasail Ibnu Utsaimin 215/42, Asy Syamilah).

Sumber





http://widiy.blogspot.com/
Baca selengkapnya

22 April, 2010

21 April, 2010

20 April, 2010

19 April, 2010

13 April, 2010

HAMPIR SAJA AKU TERJERUMUS

HAMPIR SAJA AKU TERJERUMUS


HAMPIR SAJA AKU TERJERUMUS
Oleh: Abu ‘Umar Salim Al-Ajmiy Hafizahullah

Seorang pemuda bercerita kepadaku:

Aku memiliki seorang teman, dia adalah seorang pemuda yang suka hura-hura dan termasuk seorang pemuda yang memiliki hubungan percintaan dengan seorang wanita. Aku masih ingat, setelah aku selesai dari sekolahku aku menganggur beberapa waktu di rumah.

Dan pada suatu hari dari tahun ajaran baru, aku didatangi oleh temanku tersebut pada pagi hari; pada waktu jam sekolah. Aku mempersilahkannya untuk duduk di ruang tamu, lalu aku pergi hendak membuatkan teh. Ketika aku melihat keluar aku tidak mendapatkan mobilnya. Maka aku bertanya:’Wahai fulan, dimana mobilmu?’, maka dia menjawab: “AKu sembunyikan disebelah rumahmu”. Akupun merasa keheranan dari tingkah lakunya ini. Lalu aku berkata: “Memang kenapa tidak engkau parkir saja di depan rumah?”

Dia berkata: “Aku membawa seorang pacar baru!!” Aku berkata lagi: “Lalu kenapa engkau bawa kemari?” Dia menjawab: “Dia adalah seorang pelajar di sebuah sekolahan, aku membawanya semenjak jam mask sekolah, dan aku sekarang sedang menunggu saat bel keluar sekolah, saat itulah aku akan turunkan dia di depan sekolahan, lalu dia naik bus sekolah, seakan-akan dia pulang sekolah.”

Aku meminta izin darinya, seakan-akan aku akan masuk rumah, lalu aku keluar ke samping rumah menuju ke mobilnya. Dan ketika aku sampai di mobilnya, ternyata ada seorang gadis yang masih bau kencur di dalamnya, belum sampai berumur lima belas tahun!! Maka aku berkata kepadanya – dan aku sangat kasihan terhadapnya, karena umurnya yang terlalu muda dan karena bodohnya dia akan apa yang diinginkan darinya pada permainan nista ini – : “Apa yang menyebabkan engkau datang kemari?”

Dia berkata: “Sesungguhnya fulan mencintaiku dan menjanjikan untuk menikahiku.”

Maka aku berkata kepadanya: Perhatikan baik-baik kata-kataku: ”Walaupun dia adalah temanku dan aku terikat oleh tali persahabatan yang erat, akan tetapi ini semua tidak menghalangiku untuk memberikan nasehat, kalau engkau terima dan kalau tidak, ya terserah… “

Ingat kepercayaan yang diberikan oleh keluargamu, sehingga mereka tidak mengawasimu dengan ketat. Dan ingatlah akan jeleknya perbuatan yang sedang engkau lakukan, serta ketahuilah baik-baik bahwasannya engkau sedang dalam bahaya. Karena temanku sama sekali tidak memiliki pikiran untuk menikahimu (karena kami para pemuda, apabila mendapatkan gadis yang seperti kamu, tidak pernh berangan-angan untuk menjadikannya sebagai istri. Karena wanita yang sudah berani pergi bersama seorang pemuda asing darinya, serta telah mencabik-cabik tirai keluarganya, tidak pantas untuk dijadikan seorang istri. Mungkin saja dia akan melakukan hal yang sama dengan pria lain)…Kata-kataku ini hendaknya engkau pikirkan baik-naik, dan terserah kamu…

Lalu dia berkata: Setelah beberapa lama, kejadian yang sama terulang lagi dan aku di datangi oleh temanku, maka aku bertanya kepadanya: “Apakah dia kali ini bersamamu?” Dia menjawab: Ya.

Maka akupun keluar menemuinya lagi dan mengatakan kepadanya: Engkau belum mau memahami juga apa yang aku katakana kepadamu kala itu?! Aku memberikan peringatan kepadamu yang terakhir kali dari jalan yang engkau tempuh; Engkau sungguh dalam bahaya, dan kalau engkau bisa lolos kali ini engkau tidak akan bisa lolos pada masa yang akan datang. Dia akan merenggut darimu apa yang dia inginkan, lalu mencampakkanmu di pinggir jalan. Engkau akan merintih kesakitan, malu, dan tercemar seumur hidup.

Dia menjawab: Dia sangat mencintaiku dan akan menikahiku. Maka aku katakana kepadanya: ENgkau sangat dungu, dan tidak pantas untuk menjadi seorang istri, kelak engkau akan ingat kata-kataku ini!!!

Kejadian itu telah berlalu begitu lama, aku sampai lupa akan gadis tersebut, bahkan aku lupa sama sekali kejadian tersebut dan aku juga tidak tahu apa yang dialami oleh gadis tersebut setelah kejadian itu.

Pada suatu hari, aku didatangi oleh anak salah seorang tetangga, dan dia berkata: Surat ini dibawa oleh saudariku dari salah seorang temannya dalam bus, dan dia mengatakan: Tolong sampaikan surat ini kepada fulan!! Terus terang saja, aku sangat kaget dengan perlakuan ini dan aku merasa tidak percaya dari kejadian ini. Akan tetapi rasa heranku hilang ketika aku membuka surat itu. Ternyata surat itu adalah surat dari gadis itu, dia mengatakan:

“Aku sangat berterima kasih atas nasehatmu yang sangat berharga. Benar, apa yang engkau katakan kepadaku hampir saja terjadi. Pada kesempatan terakhir, ketika akukeluar rumah bersama lelaki bejat itu, dia berusaha untuk merenggut mahkota paling berharga yang aku miliki, lalu aku menangis sejadi-jadinya dan aku meminta darinya untuk mengembalikanku ke sekolah.

Setelah aku menangis dan mendesaknya serta meminta darinya dengan sangat, dia mengantarku ke sekolahan yang dia menjemputku darinya…Benar…hampir saja aku kehilangan kehormatanku, dan hampir saja aku menjadi korban permainan hina tersebut, dan hampir saja aku menjerumuskan kepalaku dan kepala keluargaku ke dalam lumpur…akan tetapi Allah menyelamatkanku…”.



http://widiy.blogspot.com/
:senam:

SUMBER
Baca selengkapnya
Diberdayakan oleh Blogger.