24 September, 2008

Shalat ‘Ied

Shalat ‘Ied di Mushalla (Tanah Lapang)

Adalah sunnah yang pasti dari Rasulullah shallallaahu ‘laihi ‘alaihi wasallam dan para shahabatnya untuk melaksanakan shalat ‘Ied di mushalla (tanah lapang). Dari Abdillah bin ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma ia berkata :

ูƒุงู† ุงู„ู†ุจูŠ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูŠุบุฏูˆ ุฅู„ู‰ ุงู„ู…ุตู„ู‰ ูˆุงู„ุนู†ุฒุฉ ุจูŠู† ูŠุฏูŠู‡ ุชุญู…ู„ ูˆุชู†ุตุจ ุจุงู„ู…ุตู„ูŠ ุจูŠู† ูŠุฏูŠู‡ ููŠุตู„ูŠ ุฅู„ูŠู‡ุง

”Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam biasa berpagi-pagi (menuju) ke tanah lapang pada hari ‘Ied, sedangkan ‘anazah (semacam tombak – Pent.) dibawa di depannya. Ketika beliau sampai di sana, (‘anazah tadi) ditancapkan di depan beliau dan beliau menghadapnya (yaitu dijadikannya sebagai sutrah/pembatas shalat). Hal ini karena tanah lapang itu terbuka, tidak ada yang membatasinya” (HR. Al-Bukhari no. 973).

Dari Abi Sa’id Al-Khudri radliyallaahu ‘anhu ia berkata :

ูƒุงู† ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูŠุฎุฑุฌ ูŠูˆู… ุงู„ูุทุฑ ูˆุงู„ุฃุถุญู‰ ุฅู„ู‰ ุงู„ู…ุตู„ู‰ ูุฃูˆู„ ุดูŠุก ูŠุจุฏุฃ ุจู‡ ุงู„ุตู„ุงุฉ ุซู… ูŠู†ุตุฑู ููŠู‚ูˆู… ู…ู‚ุงุจู„ ุงู„ู†ุงุณ ูˆุงู„ู†ุงุณ ุฌู„ูˆุณ ุนู„ู‰ ุตููˆูู‡ู… ููŠุนุธู‡ู… ูˆูŠูˆุตูŠู‡ู… ูˆูŠุฃู…ุฑู‡ู… ูุฅู† ูƒุงู† ูŠุฑูŠุฏ ุฃู† ูŠู‚ุทุน ุจุนุซุง ู‚ุทุนู‡ ุฃูˆ ูŠุฃู…ุฑ ุจุดูŠุก ุฃู…ุฑ ุจู‡ ุซู… ูŠู†ุตุฑู ู‚ุงู„ ุฃุจูˆ ุณุนูŠุฏ ูู„ู… ูŠุฒู„ ุงู„ู†ุงุณ ุนู„ู‰ ุฐู„ูƒ.....

“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam biasa keluar menuju tanah lapang pada hari ‘Iedul-Fthri dan ‘Iedul-Adlhaa. Hal pertama yang beliau lakukan adalah shalat. Kemudian beliau berpaling menghadap manusia, dimana mereka dalam keadaan duduk di shaff-shaff mereka. Beliau memberi pelajaran, wasiat, dan perintah. Jika beliau ingin mengutus satu utusan, maka (beliau) memutuskannya. Atau bila beliau ingin memerintahkan sesuatu, maka beliau memerintahkannya dan kemudian berpaling”. Abu Sa’id berkata : “Maka manusia terus-menerus melakukan yang demikian (sebagaimana yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam)…..” (HR. Al-Bukhari no. 913, Muslim no. 889, An-Nasa’i dalam Al-Kubraa no. 1798 dan yang lainnya; ini adalah lafadh Al-Bukhari).

Tidak diragukan lagi bahwasannya Masjid Nabawi mempunyai keutamaan yang lebih dari tempat lain.[5] Walaupun demikian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan para shahabatnya tetap melaksanakannya di tanah lapang. Hal ini menunjukkan bahwa disyari’atkannya pelaksanaan shalat ‘Ied adalah di tanah lapang. Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata :

ูˆุงุณุชุฏู„ ุจู‡ ุนู„ู‰ ุงุณุชุญุจุงุจ ุงู„ุฎุฑูˆุฌ ุฅู„ู‰ ุงู„ุตุญุฑุงุก ู„ุตู„ุงุฉ ุงู„ุนูŠุฏ ูˆุฃู† ุฐู„ูƒ ุฃูุถู„ ู…ู† ุตู„ุงุชู‡ุง ููŠ ุงู„ู…ุณุฌุฏ ู„ู…ูˆุงุธุจุฉ ุงู„ู†ุจูŠ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุนู„ู‰ ุฐู„ูƒ ู…ุน ูุถู„ ู…ุณุฌุฏู‡

“Dari hadits ini diambillah dalil atas sunnahnya keluar ke tanah lapang untuk shalat ‘Ied. Sesungguhnya yang demikian itu lebih utama daripada shalat ‘Ied di masjid karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam terus-menerus melakukan demikian. Padahal shalat di masjid beliau memiliki banyak keutamaan” (lihat Fathul-Bari 2/450).

Namun jika ada sesuatu yang tidak memungkinkan mengerjakannya di tanah lapang (karena hujan, atau tidak tersedianya tanah lapang/tanah kosong sebagaimana lazim di sebagian perkotaan padat), maka shalat di masjid adalah tidak mengapa. Wallaahu a’lam.

Shalat ‘Ied

  1. Makan Sebelum Shalat ‘Iedul-Fithri dan Tidak Makan Sebelum Shalat ‘Iedul-Adlha

    ุนู† ุจู† ุจุฑูŠุฏุฉ ุนู† ุฃุจูŠู‡ ุฃู† ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูƒุงู† ู„ุง ูŠุฎุฑุฌ ูŠูˆู… ุงู„ูุทุฑ ุญุชู‰ ูŠุฃูƒู„ ูˆูƒุงู† ู„ุง ูŠุฃูƒู„ ูŠูˆู… ุงู„ู†ุญุฑ ุญุชู‰ ูŠุฑุฌุน

    Dari (Abdullah) bin Buraidah dari ayahnya : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tidaklah keluar (menuju tanah lapang untuk melaksanakan shalat) pada hari raya ‘Iedul-Fithri sebelum makan. Dan tidaklah beliau makan pada hari raya ‘Iedul-Adlhaa sebelum beliau kembali (dari melaksanakan shalat)” (HR. At-Tirmidzi no. 542, Ibnu Majah no. 1756, Ad-Darimi no. 1641, dan Ahmad 5/352; ini adalah lafadh Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibni Majah 2/86).

  2. Mandi di Pagi Hari Sebelum Melaksanakan Shalat ‘Ied

    Dari Nafi’ ia berkata :

    ุฃู† ุนุจุฏ ุงู„ู„ู‡ ุจู† ุนู…ุฑ ูƒุงู† ูŠุบุชุณู„ ูŠูˆู… ุงู„ูุทุฑ ู‚ุจู„ ุฃู† ูŠุบุฏูˆ ุฅู„ู‰ ุงู„ู…ุตู„ู‰

    “Abdullah bin ‘Umar biasa mandi pada hari raya ‘Iedul-Fithri sebelum pergi ke tanah lapang (untuk melaksanakan shalat)” (Diriwayatkan oleh Malik no. 468, Asy-Syafi’i dalam Musnad Asy-Syafi’i bersama Syifaaul-‘Iyyi dalam Kitaabul-‘Iedain 1/316, dan Abdurrazzaq no. 5754 dengan sanad shahih sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Salim Al-Hilaly dalam tahqiq dan takhrij beliau atas kitab Al-Muwaththa’).

  3. Berpakaian yang Bagus

    ุฃู† ุนุจุฏ ุงู„ู„ู‡ ุจู† ุนู…ุฑ ู‚ุงู„ ุฃุฎุฐ ุนู…ุฑ ุฌุจุฉ ู…ู† ุฅุณุชุจุฑู‚ ุชุจุงุน ููŠ ุงู„ุณูˆู‚ ูุฃุฎุฐู‡ุง ูุฃุชู‰ ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูู‚ุงู„ ูŠุง ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุงุจุชุน ู‡ุฐู‡ ุชุฌู…ู„ ุจู‡ุง ู„ู„ุนูŠุฏ ูˆุงู„ูˆููˆุฏ ูู‚ุงู„ ู„ู‡ ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุฅู†ู…ุง ู‡ุฐู‡ ู„ุจุงุณ ู…ู† ู„ุง ุฎู„ุงู‚ ู„ู‡ ูู„ุจุซ ุนู…ุฑ ู…ุง ุดุงุก ุงู„ู„ู‡ ุฃู† ูŠู„ุจุซ ุซู… ุฃุฑุณู„ ุฅู„ูŠู‡ ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุจุฌุจุฉ ุฏูŠุจุงุฌ ูุฃู‚ุจู„ ุจู‡ุง ุนู…ุฑ ูุฃุชู‰ ุจู‡ุง ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูู‚ุงู„ ูŠุง ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุฅู†ูƒ ู‚ู„ุช ุฅู†ู…ุง ู‡ุฐู‡ ู„ุจุงุณ ู…ู† ู„ุง ุฎู„ุงู‚ ู„ู‡ ูˆุฃุฑุณู„ุช ุฅู„ูŠ ุจู‡ุฐู‡ ุงู„ุฌุจุฉ ูู‚ุงู„ ู„ู‡ ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุชุจูŠุนู‡ุง ุฃูˆ ุชุตูŠุจ ุจู‡ุง ุญุงุฌุชูƒ

    Bahwasannya Abdullah bin ‘Umar berkata : ‘Umar (bin Khaththab) mengambil sebuah baju dari sutera tebal yang dijual di pasar, lalu ia datang kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan berkata : “Ya Rasulullah, belilah jubah ini agar engkau dapat berdandan dengannya di hari raya dan saat menerima utusan. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada ‘Umar : “Ini adalah pakaiannya orang yang tidak mendapatkan kebahagiaan (di akhirat)”. Maka tinggallah ‘Umar sepanjang waktu yang Allah inginkan. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mengirimkan kepadanya jubah dari sutera. ‘Umar menerimanya lalu mendatangi beliau. Ia berkata : “Ya Rasulullah, dulu engkau pernah berkata bahwa pakaian ini merupakan pakaian orang yang tidak mendapatkan kebahagiaan (di akhirat), dan engkau kemudian mengirimkan kepadaku jubah ini”. Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya : “Juallah ia atau penuhilah kebutuhanmu dengannya” (HR. Al-Bukhari no. 948, Muslim no. 2068, Abu Dawud no. 1076, dan yang lainnya; ini adalah lafadh Al-Bukhari).

    Al-‘Allamah As-Sindi berkata :

    ุฃู† ุงู„ุชุฌู…ู„ ูŠูˆู… ุงู„ุนูŠุฏ ูƒุงู† ุนุงุฏุฉ ู…ุชู‚ุฑุฑุฉ ุจูŠู†ู‡ู… ูˆู„ู… ูŠู†ูƒุฑู‡ุง ุงู„ู†ุจูŠ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูุนู„ู… ุจู‚ุงุคู‡ุง

    “Dari hadits ini diketahui bahwa berdandan (membaguskan penampilan) pada hari raya merupakan kebiasaan yang ditetapkan di antara mereka (para shahabat), dan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak mengingkarinya, maka diketahui tetapnya kebiasaan itu” (Hasyiyah As-Sindi ‘alan-Nasa’i 3/181 no. 1560).

  4. Semua Kaum Muslimin Keluar Menuju Tanah Lapang (untuk Melaksanakan Shalat) Tanpa Terkecuali

    Bahkan, bagi para wanita yang haidl yang mereka tidak melaksanakan puasa dan shalat pun tetap diperintahkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk datang di tanah lapang menyaksikan pelaksanaan shalat.

    ุนู† ุฃู… ุนุทูŠุฉ ู‚ุงู„ุช ูƒู†ุง ู†ุคู…ุฑ ุฃู† ู†ุฎุฑุฌ ูŠูˆู… ุงู„ุนูŠุฏ ุญุชู‰ ู†ุฎุฑุฌ ุงู„ุจูƒุฑ ู…ู† ุฎุฏุฑู‡ุง ุญุชู‰ ู†ุฎุฑุฌ ุงู„ุญูŠุถ ููŠูƒู† ุฎู„ู ุงู„ู†ุงุณ ููŠูƒุจุฑู† ุจุชูƒุจูŠุฑู‡ู… ูˆูŠุฏุนูˆู† ุจุฏุนุงุฆู‡ู… ูŠุฑุฌูˆู† ุจุฑูƒุฉ ุฐู„ูƒ ุงู„ูŠูˆู… ูˆุทู‡ุฑุชู‡

    Dari Ummu ‘Athiyyah radliyallaahu ‘anhaa, ia berkata : “Kami diperintahkan untuk keluar pada hari ’Ied, hingga kami pun mengeluarkan wanita-wanita gadis dari tempat pingitannya dan para wanita haidl untuk ditempatkan di belakang orang-orang. Maka mereka pun bertakbir mengikuti takbir kaum laki-laki dan berdoa mengikuti doa kaum laki-laki. Mereka mengharapkan barakah dan kesucian pada hari itu” (HR. Al-Bukhari no. 971 dan Muslim no. 890; ini adalah lafadh Al-Bukhari).

    Pada riwayat lain disebutkan :

    ูˆุฃู…ุฑ ุงู„ุญูŠุถ ุฃู† ูŠุนุชุฒู„ู† ู…ุตู„ู‰ ุงู„ู…ุณู„ู…ูŠู†

    ”....dan beliau shallallaahu ’alaihi wasallam memerintahkan para wanita haidl menjauhi tempat shalat kaum muslimin” (HR. Muslim no. 890).[6]

  5. Berjalan Kaki Menuju Tanah Lapang

    ุนู† ุนู„ูŠ ุจู† ุฃุจูŠ ุทุงู„ุจ ู‚ุงู„ ู…ู† ุงู„ุณู†ุฉ ุฃู† ุชุฎุฑุฌ ุฅู„ู‰ ุงู„ุนูŠุฏ ู…ุงุดูŠุง

    Dari ‘Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ‘anhu ia berkata : “Termasuk sunnah yaitu engkau keluar (menuju tanah lapang) di hari ‘Ied dengan berjalan kaki” (HR. At-Tirmidzi no. 530 dan Ibnu Majah no. 1296. Dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi 1/164).

    Imam At-Tirmidzi berkata ketika mengomentari hadits di atas : “Kebanyakan dari ahli ‘ilmu (ulama) mengamalkan hadits ini dimana mereka menyukai seseorang yang keluar menuju shalat ‘Ied (di tanah lapang) dengan berjalan kaki. Mereka (ahli ilmu) juga men-sunnah-kan memakan sesuatu sebelum mereka keluar untuk shalat ‘Iedul-Fithri. Janganlah seseorang menaiki kendaraan kecuali jika ia mempunyai udzur”.

  6. Menempuh Jalan yang Berbeda Ketika Berangkat dan Pulang dari Tanah Lapang

    ุนู† ุฌุงุจุฑ ู‚ุงู„ ูƒุงู† ุงู„ู†ุจูŠ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุฅุฐุง ูƒุงู† ูŠูˆู… ุนูŠุฏ ุฎุงู„ู ุงู„ุทุฑูŠู‚

    Dari Jabir radliyallaahu ‘anhu ia berkata : “Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di hari ‘Ied, beliau mengambil jalan yang berbeda (ketika berangkatdan pulang dari tanah lapang)” (HR. Al-Bukhari no. 986).

  7. Takbir ‘Ied

    Waktu Disunnahkannya Mengumandangkan Takbir Hari Raya ‘Iedul-Fithri

    ุฃู† ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูƒุงู† ูŠุฎุฑุฌ ูŠูˆู… ุงู„ูุทุฑ ููŠูƒุจุฑ ุญุชู‰ ูŠุฃุชูŠ ุงู„ู…ุตู„ู‰ ูˆุญุชู‰ ูŠู‚ุถูŠ ุงู„ุตู„ุงุฉ ูุฅุฐุง ู‚ุถู‰ ุงู„ุตู„ุงุฉ ู‚ุทุน ุงู„ุชูƒุจูŠุฑ

    “Bahwasannya bila beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam keluar (dari rumah beliau) pada hari ‘Iedul-Fithri, maka beliau bertakbir hingga tiba di tanah lapang dan hingga ditunaikannya shalat. Apabila beliau telah menunaikan shalat beliau menghentikan takbir” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya 4/192-193 no. 5667 dan Al-Muhamili dalam Kitab Shalatul-‘Iedaian dengan sanad mursal shahih. Namun memiliki pendukung yang menguatkannya. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. 171).

    Lafadh Takbir Hari Raya

    Tidak ada lafadh takbir hari raya shahih yang marfu’ dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Hanya saja ada beberapa riwayat shahih dari para shahabat, antara lain :

    Dari Abdullah bin Mas’ud radliyallaahu ‘anhu :

    ุงู„ู„ู‡ُ ุฃَูƒْุจَุฑُ ุงู„ู„ู‡ُ ุฃَูƒْุจَุฑُ ، ู„ุง ุฅِู„َู‡َ ุฅِู„َّุง ุงู„ู„ู‡ُ ، ูˆَุงู„ู„ู‡ُ ุฃَูƒْุจَุฑُ ุงู„ู„ู‡ُ ุงَูƒْุจَุฑُ ، ูˆَู„ู„ู‡ِ ุงْู„ุญَู…ْุฏُ

    [Alloohu akbar, alloohu akbar. Laa ilaaha illalloohu walloohu akbar, alloohu akbar wa lillaahil-hamd]

    “Allah Maha Besar Allah Maha Besar, tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Dan untuk Allah lah segala puji” (Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf no. 5697; shahih).

    Dari Abdullah bin ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma :

    ุงู„ู„ู‡ُ ุฃَูƒْุจَุฑُ ูƒَุจِูŠْุฑุงًَ ، ุงู„ู„ู‡ُ ุงَูƒْุจَุฑُ ูƒَุจِูŠْุฑุงًَ ، ุงู„ู„ู‡ُ ุฃَูƒْุจَุฑُ ูˆَุฃَุฌَู„ُّ ، ุงู„ู„ู‡ُ ุฃَูƒْุจَุฑُ ูˆَู„ู„ู‡ِ ุงْู„ุญَู…ْุฏُ

    [Alloohu akbar kabiiro, Alloohu akbar kabiiro, Alloohu akbar wa ajallu, Alloohu akbar wa lillaahil-hamd]

    “Allah Maha Besar Kabiir, Allah Maha Besar Kabiir, Allah Maha Besar dan Maha Mulia, Allah Maha Besar dan untuk Allah lah segala puji.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf no. 5701 dengan sanad shahih).

    ุงู„ู„ู‡ُ ุฃَูƒْุจَุฑُ ุงู„ู„ู‡ُ ุงَูƒْุจَุฑُ ุงู„ู„ู‡ُ ุฃَูƒْุจَุฑُ، ุงู„ู„ู‡ُ ุฃَูƒْุจَุฑُ ูˆَู„ู„ู‡ِ ุงْู„ุญَู…ْุฏُ ، ุงู„ู„ู‡ُ ุฃَูƒْุจَุฑُ ูˆَุฃَุฌَู„ُّ ، ุงู„ู„ู‡ُ ุฃَูƒْุจَุฑُ ุนَู„َู‰ ู…َุง ู‡َุฏَุงู†َุง

    [Alloohu akbar alloohu akbar alloohu akbar, alloohu akbar wa lillaahil-hamd, alloohu akbar wa ajallu, alloohu akbar ‘alaa maa hadaanaa]

    “Allah Maha Besar Allah Maha Besar Allah Maha Besar, Allah Maha Besar untuk Allah lah segala puji. Allah Maha Besar dan Maha Mulia. Allah Maha Besar atas petunjuk yang diberikan-Nya kepada kita” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi no. 6074 dengan sanad shahih).

    Dari Salman Al-Khair radliyallaahu ‘anhu :

    ุงู„ู„ู‡ُ ุฃَูƒْุจَุฑُ ุงู„ู„ู‡ُ ุงَูƒْุจَุฑُ ูƒَุจِูŠْุฑุงًَ

    [Alloohu akbar alloohu akbar allohu akbar kabiira]

    “Allah Maha Besar Allah Maha Besar Kabiir” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Al-Kubraa no.6076) [7].

    Takbir ini hendaknya terus diucapkan oleh semua kaum muslimin sampai datangnya imam untuk ditegakkannya shalat ‘Iedul-Fithri.

  8. Waktu Ditegakkanya Shalat ‘Ied

    Ibnul-Qayyim berkata : “Beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam mengakhirkan shalat ‘Iedul-Fithri dan menyegerakan shalat ‘Iedul-Adlhaa. Dan adalah Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma – dengan kuatnya upayanya untuk mengikuti Sunnah Nabi – tidak keluar hingga matahai terbit” (Zaadul-Ma’ad 1/442).

    Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazaairi berkata : “Waktu shalat ‘Iedul-Fithri dan ‘Iedul-Adlha adalah dimulai dari naiknya matahari setinggi satu tombak sampai tergelincir. Yang paling utama, shalat ‘Iedul-Adlhaa dilakukan di awal waktu agar manusia dapat menyembelih hewan-hewan kurban mereka. Sedangkan shalat ‘Iedul-Fithri agak diakhirkan waktunya agar manusia dapat mengeluarkan zakat fithri mereka [8] ” (Minhajul-Muslim halaman 278).

  9. Tidak Ada Shalat Sunnah Sebelum dan Sesudah Shalat ‘Ied

    ุนู† ุจู† ุนุจุงุณ ุฃู† ุงู„ู†ุจูŠ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุตู„ู‰ ูŠูˆู… ุงู„ูุทุฑ ุฑูƒุนุชูŠู† ู„ู… ูŠุตู„ ู‚ุจู„ู‡ุง ูˆู„ุง ุจุนุฏู‡ุง

    Dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : “Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam shalat ‘Iedul-Fithri dua raka’at, dan beliau tidak shalat sebelum maupun sesudahnya….” (HR. Al-Bukhari no. 964).

    Peniadaan shalat sunnah tersebut hanya ketika berada di tanah lapang. Akan tetapi bila ia telah sampai rumah, maka ia boleh shalat sunnah mutlak sebagaimana hadits :

    ุนู† ุฃุจูŠ ุณุนูŠุฏ ุงู„ุฎุฏุฑูŠ ู‚ุงู„ ูƒุงู† ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ู„ุง ูŠุตู„ูŠ ู‚ุจู„ ุงู„ุนูŠุฏ ุดูŠุฆุง ูุฅุฐุง ุฑุฌุน ุฅู„ู‰ ู…ู†ุฒู„ู‡ ุตู„ู‰ ุฑูƒุนุชูŠู†

    Dari Abu Sa’id Al-Khudry radliyallaahu ‘anhu ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak pernah shalat sebelum ‘Ied, tetapi bila beliau pulang ke rumahnya maka beliau shalat dua raka’at” (HR. Ibnu Majah no. 1293 dan Ahmad 3/28,3/40; ini adalah lafadh Ibnu Majah. Dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Irwaaul-Ghalil 3/100).

  10. Tidak Ada Adzan dan Iqamat

    ุนู† ุฌุงุจุฑ ุจู† ุณู…ุฑุฉ ู‚ุงู„ ุตู„ูŠุช ู…ุน ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุงู„ุนูŠุฏูŠู† ุบูŠุฑ ู…ุฑุฉ ูˆู„ุง ู…ุฑุชูŠู† ุจุบูŠุฑ ุฃุฐุงู† ูˆู„ุง ุฅู‚ุงู…ุฉ

    Dari Jabir bin Samurah radliyallaahu ‘anhu ia berkata : “Aku pernah shalat hari raya bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bukan hanya sekali atau dua kali tanpa adzan dan iqamat” (HR. Muslim no. 887).

    Ibnul-Qayyim berkata : “Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam apabila sampai ke tanah lapang, beliau memulai shalat tanpa adzan dan iqamat, tidak pula ucapan : Ash-Sholaatu jaami’ah [ุงู„ุตู„ุงุฉ ุฌุงู…ุนุฉ]. Menurut sunnah, itu semua tidak usah dilakukan” (Zaadul-Ma’ad 1/442).

  11. Kaifiyat Shalat ‘Ied

    Dilaksanakan dalam Dua Raka’at

    Hal ini berdasarkan riwayat ‘Umar bin Khaththab radliyallaahu ‘anhu :

    ุตู„ุงุฉ ุงู„ุฌู…ุนุฉ ุฑูƒุนุชุงู† ูˆุตู„ุงุฉ ุงู„ูุทุฑ ุฑูƒุนุชุงู† ูˆุตู„ุงุฉ ุงู„ุฃุถุญู‰ ุฑูƒุนุชุงู† ูˆุตู„ุงุฉ ุงู„ุณูุฑ ุฑูƒุนุชุงู† ุชู…ุงู… ุบูŠุฑ ู‚ุตุฑ ุนู„ู‰ ู„ุณุงู† ู…ุญู…ุฏ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู…

    Shalat Jum’at itu dua raka’at, shalat ‘Iedul-Fithri itu dua raka’at, shalat ‘Iedul-Adlhaa itu dua raka’at, shalat safar itu dua raka’at; sempurna tanpa dikurangi menurut lisan Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam” (HR. An-Nasa’i dalam Al-Mujtabaa no. 1420, dan Ibnu Majah no. 1063-1064. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan An-Nasa’i 1/457).

    Takbiratul-Ihram, kemudian takbir tujuh kali pada raka’at pertama dan lima kali pada raka’at kedua

    ุนู† ุนุงุฆุดุฉ ุฃู† ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูƒุงู† ูŠูƒุจุฑ ููŠ ุงู„ูุทุฑ ูˆุงู„ุฃุถุญู‰ ููŠ ุงู„ุฃูˆู„ู‰ ุณุจุน ุชูƒุจูŠุฑุงุช ูˆููŠ ุงู„ุซุงู†ูŠุฉ ุฎู…ุณุง

    Dari ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa : “Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bertakbir pada shalat ‘Iedul-Fithri dan ‘Iedul-Adlhaa tujuh kali pada raka’at pertama dan lima kali pada raka’at kedua” (HR. Abu Dawud no. 1149, Ibnu Majah no. 1280, dan Baihaqi 3/287; ini adalah lafadh Abu Dawud. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud 1/315 dan Irwaaul-Ghalil no. 639).

    Imam Al-Baghawi berkata dalam Syarhus-Sunnah (4/309) : Inilah pendapat mayoritas ahli ilmu dari kalangan shahabat dan generasi setelahnya, yaitu takbir tujuh kali pada raka’at pertama setelah takbir iftitah (pembukaan) dan lima takbir pada raka’at kedua selain takbir berdiri sebelum membaca. Pendapat ini diriwayatkan dari Abu Bakar, ‘Umar, ‘Ali, Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas, Abu Hurairah, Abu Sa’id Al-Khudri, dan ini juga merupakan pendapat ahli Madinah dan Az-Zuhri, ‘Umar bin Abdilaziz, Mali, Auza’i, Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq”.[9]

    Pada setiap takbir disunnahkan untuk mengangkat tangan. Hal ini sesuai dengan keumuman hadits :

    ุนู† ูˆุงุฆู„ ุจู† ุญุฌุฑ ุงู„ุญุถุฑู…ูŠ ู‚ุงู„ ุฑุฃูŠุช ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูŠุฑูุน ูŠุฏูŠู‡ ู…ุน ุงู„ุชูƒุจูŠุฑ

    Dari Wail bin Hujr Al-Hadlrami radliyallaahu ‘anhu ia berkata : “Aku melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan takbir” (HR. Ahmad 4/316; dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Irwaaul-Ghalil no. 641).

    Tidak ada satu pun riwayat dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam tentang bacaan-bacaan tertentu yang diucapkan di sela-sela takbir tadi. Akan tetapi telah shahih atsar dari Ibnu Mas’ud radliyallaahu ‘anhu :

    ุจูŠู† ูƒู„ ุชูƒุจูŠุฑุชูŠู† ุญู…ุฏ ุงู„ู„ู‡ ุนุฒ ูˆุฌู„ ูˆุซู†ุงุก ุนู„ู‰ ุงู„ู„ู‡

    “Diantara dua takbir diucapkan pujian dan sanjungan kepada Allah ‘azza wa jalla” (Diriwayatkan oleh Al-Mahammili dalam Shalatul-‘Iedain 2/121 dengan sanad jayyid. Lihat Irwaaul-Ghalil 3/115).

    Membaca Al-Fatihah dan Membaca Surat

    ู„ุง ุตู„ุงุฉ ู„ู…ู† ู„ู… ูŠู‚ุฑุฃ [ููŠู‡ุง] ุจูุงุชุญุฉ ุงู„ูƒุชุงุจ [ูุตุงุนุฏุงً]

    “Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca di dalamnya Fatihatul-Kitab (Al-Fatihah)” (HR. Al-Bukhari no. 723, Muslim no. 394, dan lain-lain. Lihat Ashlu Shifat Shalat Nabi oleh Syaikh Al-Albani halaman 300).

    Sunnah membaca surat Al-A’la dan Al-Ghaasyiyah setelah Al-Fatihah.

    ุนู† ุงู„ู†ุนู…ุงู† ุจู† ุจุดูŠุฑ ู‚ุงู„ ูƒุงู† ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูŠู‚ุฑุฃ ููŠ ุงู„ุนูŠุฏูŠู† ูˆููŠ ุงู„ุฌู…ุนุฉ ุจุณุจุญ ุงุณู… ุฑุจูƒ ุงู„ุฃุนู„ู‰ ูˆู‡ู„ ุฃุชุงูƒ ุญุฏูŠุซ ุงู„ุบุงุดูŠุฉ

    Dari An-Nu’man bin Basyir radliyallaahu ‘anhu ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam biasa membaca Sabbihisma rabbikal-a’la (Surat Al-A’la) dan Hal ataaka hadiitsul-ghaasyiyah (Surat Al-Ghasyiyah) pada shalat ‘Iedain dan shalat Jum’at” (HR. Muslim no. 878).

    Atau membaca Surat Qaaf dan Al-Qamar.

    ุฃู† ุนู…ุฑ ุจู† ุงู„ุฎุทุงุจ ุณุฃู„ ุฃุจุง ูˆุงู‚ุฏ ุงู„ู„ูŠุซูŠ ู…ุง ูƒุงู† ูŠู‚ุฑุฃ ุจู‡ ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ููŠ ุงู„ุฃุถุญู‰ ูˆุงู„ูุทุฑ ูู‚ุงู„ ูƒุงู† ูŠู‚ุฑุฃ ููŠู‡ู…ุง ุจู‚ ูˆุงู„ู‚ุฑุขู† ุงู„ู…ุฌูŠุฏ ูˆุงู‚ุชุฑุจุช ุงู„ุณุงุนุฉ ูˆุงู†ุดู‚ ุงู„ู‚ู…ุฑ

    Bahwasanya ‘Umar bin Khaththab radliyallaahu ‘anhu bertanya kepada Abu Waqid Al-Laitsi : “Apa yang biasa dibaca oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dalam shalat ‘Iedul-Adlhaa dan ‘Iedul-Fithri ?”. Ia menjawab : “Beliau biasa membaca Qaaf, wal-qur’aanil-majiid (Surat Qaaf) dan Iqtarabatis-saa’ati wan-syaqal-qamar (Surat Al-Qamar)” (HR. Muslim no. 891).

    Kaifiyat lainnya seperti shalat biasa, tidak ada perbedaan.

  12. Tertinggal Shalat ‘Ied

    Orang yang tertinggal shalat hari raya secara jama’ah, hendaknya ia shalat dua raka’at. Imam Al-Bukhari membuat bab dalam Shahih-nya : Bab Apabila Seseorang Ketinggalan Shalat ‘Ied Maka Hendaknya Ia Shalat Dua Raka’at. Kemudian beliau menyebut atsar ‘Atha’ secara mu’allaq : “Apabila ketinggalan shalat ‘Ied, maka ia shalat dua raka’at” (di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Al-Firyabi dengan sanad shahih. Lihat Mukhtashar Shahih Bukhari 1/302 no. 198).

    Imam Malik berkata :

    ููŠ ุฑุฌู„ ูˆุฌุฏ ุงู„ู†ุงุณ ู‚ุฏ ุงู†ุตุฑููˆุง ู…ู† ุงู„ุตู„ุงุฉ ูŠูˆู… ุงู„ุนูŠุฏ ุฅู†ู‡ ู„ุง ูŠุฑู‰ ุนู„ูŠู‡ ุตู„ุงุฉ ููŠ ุงู„ู…ุตู„ู‰ ูˆู„ุง ููŠ ุจูŠุชู‡ ูˆุฃู†ู‡ ุฅู† ุตู„ู‰ ููŠ ุงู„ู…ุตู„ู‰ ุฃูˆ ููŠ ุจูŠุชู‡ ู„ู… ุฃุฑ ุจุฐู„ูƒ ุจุฃุณุง ูˆูŠูƒุจุฑ ุณุจุนุง ููŠ ุงู„ุฃูˆู„ู‰ ู‚ุจู„ ุงู„ู‚ุฑุงุกุฉ ูˆุฎู…ุณุง ููŠ ุงู„ุซุงู†ูŠุฉ ู‚ุจู„ ุงู„ู‚ุฑุงุกุฉ

    “Apabila seseorang mendapati orang-orang telah selesai mengerjakan shalat ‘Ied, (sebagian orang berpandangan bahwa) ia tidak perlu mengerjakan shalat di tanah lapang maupun di rumahnya. (Akan tetapi), bila ia shalat (sendirian) di tanah lapang atau di rumahnya, menurutku hal itu tidak mengapa. Hendaklah ia bertakbir tujuh kali di raka’at pertama dan lima kali pada raka’at kedua sebelum Al-Fatihah” (Al-Muwaththa’ no. 477).

  13. Khutbah ‘Ied

    Khutbah Dilaksanakan Setelah Shalat.

    ุนู† ุจู† ุนุจุงุณ ู‚ุงู„ ุดู‡ุฏุช ุงู„ุนูŠุฏ ู…ุน ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูˆุฃุจูŠ ุจูƒุฑ ูˆุนู…ุฑ ูˆุนุซู…ุงู† ุฑุถู‰ ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰ ุนู†ู‡ู… ููƒู„ู‡ู… ูƒุงู†ูˆุง ูŠุตู„ูˆู† ู‚ุจู„ ุงู„ุฎุทุจุฉ

    Dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : “Aku menghadiri shalat ‘Iedul-Fithri bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar, ‘Umar, dan ‘Utsman. Semuanya melaksanakan shalat sebelum khutbah” (HR. Al-Bukhari no. 962 dan Muslim no. 884; ini adalah lafadh Al-Bukhari)

    Hukum Menghadiri Khutbah adalah Sunnah, Tidak Wajib.

    ุนู† ุนุจุฏ ุงู„ู„ู‡ ุจู† ุงู„ุณุงุฆุจ ู‚ุงู„ ุดู‡ุฏุช ู…ุน ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุงู„ุนูŠุฏ ูู„ู…ุง ู‚ุถู‰ ุงู„ุตู„ุงุฉ ู‚ุงู„ ุฅู†ุง ู†ุฎุทุจ ูู…ู† ุฃุญุจ ุฃู† ูŠุฌู„ุณ ู„ู„ุฎุทุจุฉ ูู„ูŠุฌู„ุณ ูˆู…ู† ุฃุญุจ ุฃู† ูŠุฐู‡ุจ ูู„ูŠุฐู‡ุจ

    Dari Abdullah bin Saib radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Aku menghadiri ‘Ied bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Ketika telah selesai shalat, maka beliau bersabda : “Sesungguhnya kami akan berkhutbah. Barangsiapa yang ingin duduk untuk mendengarkan khutbah, hendaklah ia duduk. Dan barangsiapa yang ingin pergi, maka silakan ia pergi” (HR. Abu Dawud no. 1155, Ibnu Majah no. 1290, dan yang lainnya; ini adalah lafadh Abu Dawud. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud 1/316).

    Khutbah Dimulai dengan Pujian dan Tasyahud kepada Allah.

    Telah menjadi sunnah yang tsabit (tetap) dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam apabila beliau akan memulai khutbah, maka beliau memulainya dengan pujian kepada Allah ta’ala.

    ุนู† ุฌุงุจุฑ ู‚ุงู„ ูƒุงู† ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูŠุฎุทุจ ุงู„ู†ุงุณ ูŠุญู…ุฏ ุงู„ู„ู‡ ูˆูŠุซู†ูŠ ุนู„ูŠู‡ ุจู…ุง ู‡ูˆ ุฃู‡ู„ู‡ ุซู… ูŠู‚ูˆู„ ู…ู† ูŠู‡ุฏู‡ ุงู„ู„ู‡ ูู„ุง ู…ุถู„ ู„ู‡ ูˆู…ู† ูŠุถู„ู„ ูู„ุง ู‡ุงุฏูŠ ู„ู‡ ูˆุฎูŠุฑ ุงู„ุญุฏูŠุซ ูƒุชุงุจ ุงู„ู„ู‡

    Dari Jabir radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Adalah Rasulullah berkhutbah kepada manusia, beliau memuji Allah dan menyanjungnya yang memang Dia pemilik (puji-pujian dan sanjungan). Dan kemudian beliau mengucapkan : “Barangsiapa yang Allah pimpin, tidak ada satupun yang menyesatkannya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada satupun yang akan bisa menunjukinya”. Kemudian beliau mengucapkan : “Amma ba’du, maka sesungguhnya sebaik-baik perkataan itu adalah adalah Kitabullah” (HR. Muslim no. 867).

    ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ ุนู† ุงู„ู†ุจูŠ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ู‚ุงู„ ูƒู„ ุฎุทุจุฉ ู„ูŠุณ ููŠู‡ุง ุชุดู‡ุฏ ูู‡ูŠ ูƒุงู„ูŠุฏ ุงู„ุฌุฐู…ุงุก

    Dari Abi Hurairah radliyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda : “Setiap khutbah yang tidak (dimulai) dengan tasyahhud, maka ia (khutbah) itu sepeti tangan yang berpenyakit” (HR. Abu Dawud no. 4861. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. 169).

    Khutbah ‘Ied Dua Kali Diselingi dengan Duduk (Seperti Shalat Jum’at) ?

    Yang rajih dalam hal ini adalah bahwa khutbah ‘Ied itu satu kali dan tidak diselingi dengan duduk. Dasarnya adalah :

    ุดู‡ุฏุช ู…ุน ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุงู„ุตู„ุงุฉ ูŠูˆู… ุงู„ุนูŠุฏ ูุจุฏุฃ ุจุงู„ุตู„ุงุฉ ู‚ุจู„ ุงู„ุฎุทุจุฉ ุจุบูŠุฑ ุฃุฐุงู† ูˆู„ุง ุฅู‚ุงู…ุฉ ุซู… ู‚ุงู… ู…ุชูˆูƒุฆุง ุนู„ู‰ ุจู„ุงู„ ูุฃู…ุฑ ุจุชู‚ูˆู‰ ุงู„ู„ู‡ ูˆุญุซ ุนู„ู‰ ุทุงุนุชู‡ ูˆูˆุนุธ ุงู„ู†ุงุณ ูˆุฐูƒุฑู‡ู… ุซู… ู…ุถู‰ ุญุชู‰ ุฃุชู‰ ุงู„ู†ุณุงุก ููˆุนุธู‡ู† ูˆุฐูƒุฑู‡ู† ูู‚ุงู„ ุชุตุฏู‚ู† ูุฅู† ุฃูƒุซุฑูƒู† ุญุทุจ ุฌู‡ู†ู… ูู‚ุงู…ุช ุงู…ุฑุฃุฉ ู…ู† ุณุทุฉ ุงู„ู†ุณุงุก ุณูุนุงุก ุงู„ุฎุฏูŠู† ูู‚ุงู„ุช ู„ู… ูŠุง ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ู‚ุงู„ ู„ุฃู†ูƒู† ุชูƒุซุฑู† ุงู„ุดูƒุงุฉ ูˆุชูƒูุฑู† ุงู„ุนุดูŠุฑ ู‚ุงู„ ูุฌุนู„ู† ูŠุชุตุฏู‚ู† ู…ู† ุญู„ูŠู‡ู† ูŠู„ู‚ูŠู† ููŠ ุซูˆุจ ุจู„ุงู„ ู…ู† ุฃู‚ุฑุทุชู‡ู† ูˆุฎูˆุงุชู…ู‡ู†

    Dari Jabir bin ‘Abdillah radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Aku hadir bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pada hari ‘Ied. Beliau memulai shalat sebelum khutbah tanpa adzan dan iqamat. Kemudian beliau berdiri dengan berpegangan kepada Bilal. Lalu beliau memerintahkan untuk bertaqwa kepada Allah, menganjurkan ketaatan kepada-Nya, lalu beliau memberi nasihat dan mengingatkan mereka. Kemudian beliau berjalan hingga mendatangi wanita, menyampaikan nasihat kepada mereka dan mengingatkan mereka, lalu bersabda : “Wahai sekalian wanita, hendaklah kalian mengeluarkan shadaqah, karena kalian adalah kayu bakar Jahannam yang paling banyak”. Seorang wanita dari kerumunan para wanita yang kedua pipinya kehitaman, berdiri dan berkata : “Mengapa wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab : “Karena kalian banyak mengeluh dan mengingkari suami”. Jabir berkata : “Maka mereka dengan segera bershadaqah dengan perhiasan mereka, dengan melemparkan ke kain Bilal, berupa anting-anting dan cincin mereka” (HR. Muslim no. 885).

    Dhahir hadits di atas menunjukkan bahwa beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam hanya berkhutbah sekali dan kemudian pergi ke tempat para wanita. Adapun hadits yang menyebutkan bahwa beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam berkhutbah dua kali (sebagaimana khutbah Jum’at), maka ia adalah hadits dla’if.

    ุนู† ุฌุงุจุฑ ู‚ุงู„ ุฎุฑุฌ ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูŠูˆู… ูุทุฑ ุฃูˆ ุฃุถุญู‰ ูุฎุทุจ ู‚ุงุฆู…ุง ุซู… ู‚ุนุฏ ู‚ุนุฏุฉ ุซู… ู‚ุงู…

    Dari Jabir ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam keluar pada hari raya ‘Iedul-Fithri atau ‘Iedul-Adlha, maka beliau berkhutbah dengan berdiri, kemudian duduk, dan kemudian berdiri kembali” (HR. Ibnu Majah no. 1289 – dla’if/munkar. Lihat Dla’if Sunan Ibni Majah 1/95).

    Adapun apa yang diriwayatkan dalam Shahih Ibnu Khuzaimah no. 1446 (shahih) :

    ุฃู† ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูƒุงู† ูŠุฎุทุจ ุงู„ุฎุทุจุชูŠู† ูˆู‡ูˆ ู‚ุงุฆู… ูˆูƒุงู† ูŠูุตู„ ุจูŠู†ู‡ู…ุง ุจุฌู„ูˆุณ

    “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berkhutbah dua kali dengan berdiri dan memisahkan antara dua khutbah itu dengan duduk” ;

    maka ini adalah shifat khutbah Jum’at. Hal itu dikarenakan dalam riwayat lain, hadits tersebut dibawakan dengan redaksi :

    ูƒุงู† ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูŠุฎุทุจ ูŠูˆู… ุงู„ุฌู…ุนุฉ ู‚ุงุฆู…ุง ุซู… ูŠุฌู„ุณ

    "Adalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berkhutbah pada hari Jum’at dengan berdiri kemudian duduk…” (HR. Muslim no. 861).

  14. Bila ‘Ied Bertepatan dengan Hari Jum’at

    Apabila hari raya ‘Ied jatuh bertepatan dengan hari Jum’at, maka kewajiban melaksanakan shalat Jum’at bagi laki-laki (yang telah melaksanakan shalat ‘Ied di hari itu) menjadi gugur – akan tetapi ia wajib melaksanakan shalat Dhuhur. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

    ู‚ุฏ ุงุฌุชู…ุน ููŠ ูŠูˆู…ูƒู… ู‡ุฐุง ุนูŠุฏุงู† ูู…ู† ุดุงุก ุฃุฌุฒุฃู‡ ู…ู† ุงู„ุฌู…ุนุฉ ูˆุฅู†ุง ู…ุฌู…ุนูˆู†

    “Pada hari ini telah berkumpul dua hari raya pada kalian. Maka barangsiapa yang ingin, maka tidak ada kewajiban Jum’at baginya. Karena sesungguhnya kita telah dikumpulkan” (HR. Abu Dawud no. 1073 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud 1/296).

http://abul-jauzaa.blogspot.com/2008/09/ringkasan-hukum-hukum-dalam-bulan_05.html

Bagikan

Jangan lewatkan

Shalat ‘Ied
4 / 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.

Diberdayakan oleh Blogger.