28 Mei, 2009

Hikmah Perkawinan


Ilmu tentang rumah tangga dan pernikahan adalah suatu ilmu yang baik dan sangat penting untuk diketahui. Namun pada kenyataannya, sedikit sekali orang yang mengetahui atau peduli pada ilmu ini, sehingga setelah menikah banyak di antara pasangan suami istri yang mengalami krisis dan kesulitan sebagai dampak minimnya pemahaman ilmu ini.

Tak jarang pula perkawinan harus berakhir, yang pada akhirnya berdampak pada anak-anak. Maka tak ada salahnya kali ini kita bersama-sama kembali mengingat hikmah perkawinan, dan nilai-nilai yang bisa kita petik dari sunnah mulia ini.

MENIKAH ADALAH IBADAH DAN NIKMAT

Dalam sebuah haditsnya Rasulullah n bersabda,

“Jika seorang hamba menikah, maka sesungguhnya ia telah menyempurnakan setengah dari agamanya. Oleh karena itu, bertakwalah kepada Allah untuk menyempurnakan sebagian yang lainnya.” (Riwayat Baihaqi dengan sanad hasan)

Dalam Islam, menikah memiliki nilai ibadah yang tinggi. Selain pernikahan bisa membebaskan manusia dari kenistaan, juga merupakan media untuk mencapai tujuan yang lebih mulia.

Allah l berfirman,

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya. Juga dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”

Dalam firman-Nya yang lain,

“Dialah yang menciptakan engkau dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya.”(Al- A’raf:189)

Melalui ayat di atas, Allah l meletakkan dasar-dasar kehidupan yang penuh dengan perasaan dan kedamaian. Jika hal ini terwujud, maka pernikahan sebagai sarana guna mencapai tujuan mulia lain akan mudah terlaksana, sekaligus merupakan nikmat tiada tara.

MENGAPA MENIKAH?

“Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang engkau senangi dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki.” (An-Nissa: 3)

Dalam ayat lain Allah juga berfirman, “Mereka itu merupakan pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka.” (Al-Baqarah: 187)

Kedua ayat ini mengisyaratkan adanya perintah untuk menikah. Namun kenyataannya, ada sekelompok manusia yang menghina dan melecehkan arti pernikahan atau menyesal telah menikah. Bahkan ada yang sengaja menghabiskan hari hanya untuk bercengkerama dengan teman-temannya saja. Sehingga perbuatan itu hanya membawa kita makin jauh dari Allah.

Memang hidup menikah berbaur dengan sesuatu yang meletihkan, seperti lelah mengurus anak, tuntutan kebutuhan lain serta mencari nafkah. Akan tetapi semua akan terasa nikmat jika kita ikhlas, dan jiwa pun akan puas. Bandingkan dengan orang yang melajang. Dia akan tetap merasakan hampa, atau ada yang kurang dalam hidupnya.

Menikah, selain ibadah dan sunnah yang utama, juga mendatangkan maslahat lain, dan hikmah tak terhingga. Pernikahan dapat memanjangkan usia dan menjadikan orang awet muda, serta membawa pada kehidupan yang teratur. Sungguh, seorang istri yang terbiasa dengan segala keletihan, baik karena persoalan anak-anak, perannya sebagai ibu ataupun beban hidup lain justru akan memanjangkan usianya daripada mereka yang meninggalkan pernikahan.

Pernikahan mampu mengembalikan semangat muda, juga mendewasakan seseorang sehingga mampu berpikir panjang. Karena biasanya pasangan menikah lebih banyak mengutamakan pertimbangan akal dan etika dalam mengambil keputusan.

Menikah mengangkat derajat tabiat (insting) biologis, sehingga insting tersebut tersalurkan dengan cara yang benar dan sehat. Hingga Allah memerintahkan bagi mereka yang belum menikah untuk berpuasa.

“Dan orang-orang yang belum mampu menikah, maka hendaklah mereka menjaga kesucian diri sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya.” (An-Nuur: 33)

Dalam haditsnya Rasulullah pun bersabda,

“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian memiliki kemampuan untuk menikah, maka menikahlah. Karena sesungguhnya hal itu dapat mencegah pandangan mata kalian dan menjaga kehormatan kalian. Sedang bagi siapa yang belum mampu, maka hendaknya ia berpuasa, dan puasa itu adalah perisai baginya.” ( Riwayat Bukhari Muslim)

Menikah juga menghindarkan dari perbuatan menyimpang, seperti seks bebas. Sayangnya, masih saja ada yang beranggapan pernikahan hanya akan membatasi kesenangan dan menjadi beban. Hidup bebas, free seks malah menjadi pilihan. Dampak dari pola hidup ini sangat banyak, misalnya penyakit kelamin yang menular, AIDS, frigiditas serta penyimpangan seks.

Hikmah lain dari pernikahan adalah membuka pintu-pintu rezeki. Karena memiliki tanggung jawab, seorang suami akan selalu termotivasi untuk bekerja memenuhi kebutuhan dan berusaha optimal untuk memperbaiki taraf ekonomi keluarganya. Usaha dan keikhlasan ini, insyaallah tak akan pernah disia-siakan Allah sebagaimana janji-Nya untuk memberi rezeki pada hamba-Nya.

Yang tak kalah penting, tujuan dari pernikahan adalah untuk memperbanyak keturunan. Rasulullah n bersabda,

“Nikahilah istri-istri yang subur, karena nanti di hari kiamat aku akan bangga dengan banyaknya umatku.” (Riwayat Abu Dawud, Nasa’i dan Ibnu Hibban dengan sanad hasan)

Melalui hadits di atas jelaslah Rasulullah menganjurkan umatnya untuk memiliki banyak anak. Hanya dengan pernikahanlah hal ini bisa diwujudkan.

Anak-anak selain sebagai generasi penerus, adalah ladang-ladang amal bagi orangtuanya. Nabi bersabda,

”Apabila seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah segala amalnya, kecuali tiga perkara. Yaitu pada sedekah jariah yang pernah ia berikan, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang akan selalu mendoakan dirinya.”

Subhanallah, segala puji bagi Allah yang telah menghalalkan pernikahan, dan yang menjadikannya sebab untuk melestarikan kehidupan manusia, dan meramaikan serta memakmurkan bumi dengannya.

PERKAWINAN BAHAGIA

Allah berfirman,

“Janganlah kalian memberi dengan harapan memperoleh balasan yang lebih banyak.” (Al-Muddatsir: 6)

Rasulullah pun bersabda,

“Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian, hingga ia mencintai kebaikan untuk saudaranya, sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (Riwayat Ahmad, Tirmidzi dan Nasa’i)

Jika seseorang menginginkan perkawinannya bahagia, maka ia harus memperhatikan kebahagiaan pasangan, senang meringankan bebannya, baik pekerjaan ataupun beban pikirannya. Bila terjadi perselisihan atau perbedaan, harus selalu ada kesungguhan kedua belah pihak untuk menyelesaikannya.

Ada baiknya salah satu atau kedua belah pihak mengalah, untuk saling memahami hingga mampu memandang perbedaan sebagai nilai positif yang menghidupkan nilai pernikahan. Kedepankan dialog, tanpa harus memaksakan kehendak dan egoisme masing-masing.

Di samping itu, untuk mewujudkan kebahagiaan, suami istri harus selalu berusaha menjalin kebersamaan, menyamakan visi dan misi, serta cita-cita untuk mewujudkan pernikahan yang matang. Mampu menjadi partner dalam mencapai tujuan bersama, dan saling membangkitkan perhatian atas tugas-tugas pasangan. Insyaallah, hal itu akan semakin memperbesar rasa cinta dan kasih sayang dalam pernikahan.

Pernikahan adalah sebuah sarana untuk melaksanakan pekerjaan yang lebih besar, serta lebih banyak dari sebelumnya, yang didasari cinta sepasang insan, dengan latar belakang berbeda. Jadi tak sekedar bermodal cinta perkawinan dibangun. Tanpa usaha dan perhatian yang sungguh-sungguh, tak menjamin langgengnya pernikahan. Sebab cinta itu sendiri butuh siraman dan bantuan untuk tetap tumbuh sehat dan kuat.

Dan pada akhirnya cinta yang kokoh, kearifan sikap serta kebersamaan pasangan dalam perkawinan akan menjadikan kebahagiaan abadi. Terlebih lagi jika cinta itu dibangun karena Allah. Kian sempurnalah kebahagiaan pernikahan. Maha Suci Allah, yang menjadikan pernikahan sebagai syariat. Maha Besar Allah yang menjadikan hikmah atasnya. (ummu ahmad fadhl)

Sumber

Bagikan

Jangan lewatkan

Hikmah Perkawinan
4 / 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.

SILAHKAN BERKOMENTAR UNTUK KASIH MASUKAN

Diberdayakan oleh Blogger.