29 Oktober, 2009

Hukum Peralatan Makan dan Minum




I. KAIDAH MUM
الأصل في الأشياء الإباحة حتى يرد دليل بالمنع
."Segala sesuatu itu halal hukumya (boleh digunakan) kecuali ada dalil yang mengharamkannya."
Maksud kaidah diatas bahwa semua benda adalah suci (tidak najis) kecuali ada keterangan dari Al-Qur'an maupun hadist yang menunjukan haramnya sesuatu benda. Dengan demikian benda yang haram sedikit sekali dibanding benda yang halal.


II. PERALATAN MAKAN YANG TERBUAT DARI EMAS DAN PERAK

Jenis yang terbuat dari emas dan perak hukumnya haram menurut kesepakatan ulama dan umat Islam. Seperti yang dinyatakan dalam sebuah hadist:

لاَ تَشْرَبُوا فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ والْفِضَّةِ، وَلاَ تَأْكُلُوا فِي صِحَافِهَا، فَإِنَّهَا لَهُمْ فِي الدُّنْيَا، وَلَكُمْ فِي الآخِرَةِ


“Jangan minum di gelas yang terbuat dari emas perak, dan jangan pula makan dari piring yang terbuat dari emas perak. Karena keduanya bagi orang kafir di dunia sedangkan bagi kalian (mempergunakanya kelak) di akhirat. (HR. Bukhari Muslim)
الَّذِي يَشْرَبُ فِي إِنَاءِ الْفِضَّةِ إِنَّمَا يُجَرْجِرُ فِي بَطْنِهِ نَارَ جَهَنَّمَ

“Orang yang minum dari gelas perak, sesungguhnya dia menumpahkan api neraka ke dalam perutnya.” (Bukhari Muslim dari riwayat Ummu Salamah)

Begitu pula perabotan selain peralatan makan, seperti hiasan dinding (kecuali di masjd), atau barang hiasan di ruang tamu dll, hukumnya dari beberapa pendapat yang ada adalah haram karena adanya ‘ilat (sebab terjadinya ketetapan hukum) keumuman maksud hadist diatas yang berbunyi:
فَإِنَّهَا لَهُمْ فِي الدُّنْيَا

“Karena hal itu bagi mereka (golongan kafir)..”

Peralatan makan selain mas dan perak seperti besi, tembaga dll boleh digunakan.


III. PERALATAN MAKAN YANG DITAMBAL DENGAN PERAK

Boleh mengunakan bejana (tempat air), piring atau sendok yang ditambal dengan perak. Dengan syarat tembalan itu hanya sedikit dan menurut kebutuhan saja.
Hal ini berlandaskan hadist:
أن قدح النبي صلى الله عليه وسلم انكسر فاتخذ مكان الشعب سلسلة من فضة

“Bahwa gelas Rasulullah Saw pernah retak, lalu beliau menambalnya dengan perak di bagian yang retak itu.” (HR. Bukhari)

IV. HUKUM MENGGUNAKAN PERALATAN MAKAN NON MUSLIM

Para ulama sepakat bolehnya menggunakan peralatan makan minum milik non muslim begitu pula bajunya selama diketahui bahwa benda tersebut suci (tidak terkena najis).
Sedangkan jika yakin bahwa benda tersebut terkena najis maka dengan sendirinya benda-benda tersebut haram untuk digunakan sebelum disucikan terlebih dahulu.
Setidaknya perlu diperhatikan dua hal:

1. Bahwa peralatan makan dari golongan Yahudi yahudi adalah suci, karena agama mereka menganggap bangkai (bangkai termasuk benda najis) itu najis.
Hal ini berdasarkan riwayat Ahmad, bahwasanya Nabi Saw pernah dikunjungi seorang tamu orang yahudi dengan membawa roti dan minyak yang berbau busuk yang diberikan kepada beliau dan Nabi Saw menerimanya.

2. Peralatan makan milik non muslim yang menganggap halal bangkai, seperti majusi (penyembah api; ada juga sebagian dari sekte agama hindu), sebagian orang nasrani. Dianggap najis, sedangkan perabotan yang tidak sama sekali dipakai oleh mereka dianggap tidak najis. Hal ini didasarkan pada sebuah hadist:
“ Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Saw, “ Wahai Rasulullah, kami pernah berada di daerah ahlul kitab, apakah kami boleh makan menggunakan peralatan mereka? Beliau menjawab: Janganlah kalian makan menggunakan peralatan mereka, kecuali kalian tidak menemukan peralatan lainnya. Walaupun demikian, hendaknya kalian mencucinya selanjutnya makanlah dengan peralatan itu.” (HR. Bukhari Muslim)


PERALATAN MAKAN NON MUSLIM JIKA TIDAK DIKETAHUI NAJIS ATAU TIDAKNYA

Ada beberapa pendapat mengenai kasus ini yaitu:

1. Boleh menggunakannya dan ini menurut mayoritas ulama
2. Haram menggunakannya yang merupakan pendapat Imam Ahmad dan Ishak
3. Makruh menurut pandangan mahzab Imam Syafi’i dan satu riwayat dari Abu Hanifah

Pandangan diatas sebenarnya saling menguatkan artinya keyakinan kita yang menjadi landasan utama. Jika kita yakin bahwa peralatan makan itu telah dicuci terlebih dahulu sebelum dipakai seperti misalnya restaurant, maka peralatan itu boleh digunakan.
Namun ketika kita yakin bahwa peralatan itu telah dicuci namun alat masaknya misalnya telah tercampur benda haram , seperti halnya makanan yang dimasak menggunakan Ang Cuy, Wine dll makan dengan sendirinya makanan itu telah haram meskipun piringnya tidak najis. Dengan demikian Sertifikat Halal MUI menjadi prioritas dalam memilih restaurant.

Semoga bermanfaat

Apa contoh najis yang berat? Bagaimana cara menyucikan (tempat/benda) yang terkena najis ini? Sebutkan dalilnya!

Jawab: (Contohnya) yaitu najisnya anjing dan babi serta apa pun yang keluar/terlahir dari keduanya atau salah satunya. Cara menyucikan (tempat/benda) yang terkena olehnya adalah dengan mencucinya (tempat/benda tersebut) sebanyak 7 kali, salah satunya dengan tanah. Dalilnya adalah hadits Abu Hurairah -rodhiyallohu ‘anhu- secara marfu‘ (sampai kepada Råsulullåh -shalallohu ‘alaihi wasallam- ):
Telaga Hati: Jika anjing menjilat bejana seseorang di antara kamu maka cucilah tujuh kali.”[3] (Muttafaq ‘alaih)
Telaga Hati: Dan dalam riwayat Muslim (dengan lafal),

-1b« طُهُوْرُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيْهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُوْلاَهُنَّ بِالتُّرَابِ »

“Sucinya bejana seseorang di antara kamu jika dijilat anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali, yang pertama dengan tanah.
Telaga Hati: Jika hukum ini ditetapkan untuk anjing, maka babi lebih buruk lagi karena adanya keterangan syariat atas keharamannya dan keharaman memanfaatkannya. Sehingga hukum (kenajisan yang berat) ini ditetapkan (pula) untuk babi dengan cara tanbih (isyarat)[4]. Ketidakadaan nash syariat (khusus) tentang (kenajisan) babi ini karena masyarakat Arab ketika itu tidak pernah memelihara babi.




Bagikan

Jangan lewatkan

Hukum Peralatan Makan dan Minum
4 / 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.

SILAHKAN BERKOMENTAR UNTUK KASIH MASUKAN

Diberdayakan oleh Blogger.